Minggu, 29 Mei 2016

Sisi Lain Tragedi 22 Mei (Aparat vs Rakyat) - Nasib Ibu Penjual Lompya Stadion by rum fajar

Sisi Lain Tragedi 22 Mei (Aparat vs Rakyat) - Nasib Ibu Penjual Lompya Stadion
Masih tentang tragedi 22 mei yang terjadi di kota yang dikenal ramah di dunia persuporteran indonesia, saya ingin sedikit cerita.

My post on Instagram @rumfajar
Di hari itu (22 Mei 2016) saya kebetulan sedang latihan musik dengan band saya di salah satu studio musik di daerah Pasar Gresik. setelah latihan, saya dan teman-teman sempatkan bercengkrama versi orang gresik alias ngopi di kawasan Petro yang sangat dekat dengan area stadion Tri Dharma sekitar jam 2-an, iya, hanya ngopi saja, saya tidak terbesit untuk hadir di stadion karena beberapa sebab mulai dari kondisi keuangan yang menipis :v , waktu, dan lain sebagainya. Pukul 4 saya putuskan pamitan karena ada aktifitas lain yang harus saya tanggung.

Lumpia Stadion, jajanan khas dalam stadion Tri Dharma Gresik
Dalam perjalanan, saya melewati stadion Tri Dharma yang begitu ramai sesak supporter Ultras Gresik dan juga para aparat yang berubah tugasnya menjadi suporter PS TNI, sehingga kecepatan sepeda motor saya pelan-kan. Mungkin kala itu saya perkirakan pertandingan belum genap berjalan 10 menit. Tepat setelah melewati pintu parkir untuk supporter (Sebelum perempatan KIG) saya melihat ibu-ibu dengan perkiraan usia kurang dari 50 tahun membawa wadah yang sudah kosong. Dari jauh saya awalnya menduga ibu itu adalah penjual lompya (jajanan khas stadion), tapi dalam hati terbesit “Kok sudah habis dagangannya?”. Saya memandang heran ibu-ibu itu. Sadar akan hal itu, Ibu ini tiba-tiba melambai-lambaikan tangannya seraya berteriak sedikit keras “Nunut lee..” (dalam bahasa jawa, yang bermakna“Ikut nak..”) secara spontan saya menghentikan laju sepeda tak jauh dari posisi ibu tadi. Ibu tadi menghampiri saya, “Nunut sampek ngarep lee, pertigaan.” (Ikut sampai depan nak, pertigaan).
Obrolan muncul disana. Belum melontarkan pertanyaan, si ibu sudah cerita apa yang mau saya tanyakan. “TNI TNI iku lee kurang ajar, ra ngerti nggolek duwit iki angel, daganganku ludes diidek-idek, melbune srudukan, lumpyaku (dugaanku benar) dorong payu wes lugur kabeh, TNI melbu nggowo botol akuwa rapopo, raono seng ngelarang, gowo tongkat gepuk ra ono seng ngelarang, kok iso kuwi..”. “Lho buk, lah terus njenengan mboten sido mlebet stadion buk?”. “Ning njobo aku wes dodolan lee, entuk duwit 20.000,- tak gawe tuku tiket, yo kuwi pas melbu bareng wong-wong TNI, desek-desekan, lugur kabeh lumpyane raono seng nulungi, wes rapopo rugi le pokok-e aku slamet”. “Innalillahi buuk, trus ndaleme njenengan pundi?”. “aku mbabat mas, sampean dukno pertelon kono ae engkok tak numpak kijang nang bunder...”. (versi indonesia tidak tersedia :) minta tolong orang jawa buat artiin ya) Mendengar cerita itu, saya merasa sangat iba terhadap ibu tadi.

Jarak antara Stadion Tri Dharma, Gresik dengan Babat, Lamongan
Saya tidak bisa membantu banyak, uang di dompet hanya Rp.5.500,-, memberi uang tidaklah mungkin, mengantar ke Babat juga tidak mungkin mengingat cukup jauh rumah si ibu dari tujuan saya. Akhirnya saya putuskan untuk mengantarnya ke Terminal Bunder. Dalam perjalanan kami melanjutkan obrolan. Inti dari obrolan tadi bahwa si ibu ini baru pertama kali jualan keluar Lamongan, biasanya ibu ini jualan di Stadion Surajaya, alih alih mencoba peruntungan di kota sebelah, eh musibah didapat.
...
Dari cerita singkat ini saya sadar, masalah yang saya alami masih tidak ada apa-apanya dengan masalah kehidupan di luar sana. Setidaknya pengalaman orang lain dapat saya ambil hikmah. Sangat banyak hal yang harus dan patut saya syukuri dalam hidup. Dan saya merasa malu jika saya mengeluh dengan masalah saya saat ini yang tak sebanding dengan masalah diluar sana, salah satunya masalah yang dialami Ibu ini.
Semoga ibu ini diberi ketabahan dan diganti kerugiannya oleh yang Maha memberi rizki, dan Semoga kasus ini di #UsutTuntas setuntas-tuntasnya. Amiin...