Jumat, 24 April 2015

BONEK MALAYSIA


 Negeri sembilan fa vs persebaya 1927. (Friendly match) disini bonek malaysia bermula @https://twitter.com/bonekmalaysia


 


Minggu 25 maret 2012 stadium paroi, negeri sembilan, malaysia.

awal mula
Semuanya berawal dari sini. Di sebuah tribun di mana berkumpulnya para suporter persebaya 1927 dan beberapa supporter indonesia yang datang di stadium untuk menonton pertandingan persahabatan ini.

Sebelumnya eson cuman mau menjelaskan, saya bukan bonek, bukan juga fans persebaya 1927. Saya hanya seorang suporter indonesia, yang belajar banyak dari temen2 "BONEK MALAYSIA" dan ingin sedikit berbagi tulisan tentang mereka.

Sore itu sepulang kerja saya pulang lebih awal dari biasanya, dengan bermodalkan alasan kalo ada acara di rumah saudara saya di seremban.
Saya seperti biasa akan naik kereta api untuk menuju ke seremban, dan sampai stasiun seremban saya akan langsung naik bus menuju stadion paroi. Yah saya telat seperti biasannya. Setelah sampai di stadion tujuan utama saya pasti di warung popia(sejenis lompiya basah pake bumbu kacang, pokok e ter enak di malaysia, mangkane aku tulis ben jelas ) di pinggir stadion. Nongkrong disana dan melihat agak ramainya fans yang hadir di pertandingan persahabatan ini. Lumayanlah menurutku, karena terlihat juga beberapa indonesia suporter yang beratribut.

Di dalam stadion, saya mampir ke teman2 ultrasel (ultras selangor fa) dan temen2 dari ultras negeri lain yang saya kenal(waktu itu saya udah kenal beberapa di antara mereka, karena saya gabung ultrasel jika lagi ngabisin waktu luang nonton selangor fa bertanding). Tapi yah saya tetep aja netral di pertandingan ini.
Cuman duduk di tribun paling belakang, di antara ultras negeri9 dan persebaya fans.

Dari pandangan saya. Depan Sebelah kiri berkumpul ramai ultras malaya(gabungan ultras negeri9 + ultras negeri lain) dan di sebelah depan kanan berkumpul sedikit persebaya fans, indonesia suporter dll.
Saya gak minat untuk kedepan sekedar kenalan atau apa dengan mereka. Karena saat itu saya masih ada sedikit dendam dengan bonek(persebaya fans) akibat incident 6 mei 2009 (insiden yang terjadi beberapa tahun lalu saat gresik united 2 vs 1 persebaya, dan setelah pertandingan bonek mengamuk dan berbuat onar di gresik) tapi jangan langsung menganggap saya anti persebaya dan pro sebaliknya.
Karena Dalam dunia suporter yang saya lalui banyak juga daerah dan suporter lain yang katanya damai dan saudara dengan kami(ultras gresik) tapi menjancokkan ketika kami bertandang ke tempat mereka. Seperti saat ke malang kami tidak dapat tribun walaupun bertiket di kanjuruhan malang, ke lamongan yang tribun juga di akusisi, atau bus yang di lempari sampai kaca nya pecah di jakarta. Dan itu semua katanya OKNUM yang melakukan ! Opo gak jancok cobak. Jare dulur ?? -sekedar sharing cuk- :D

Tapi di pertandingan itu saya sempat berkenalan dengan seorang "viking bandung" aku lupa namanya. Dan dari dialah saya sedikit tau cerita tentang sudah adanya komunitas "VIKING MALAYSIA" kami berkenalan dan berbagi info. Dia juga yang bercerita setelah pertandingan itu "BONEK MALAYSIA" di deklarasikan.

Pertandingan selesai dengan hasil imbang. Negeri sembilan fa 2 - 2 Persebaya surabaya 1927.
Aku pun pulang dan waktu pun berlalu.

Berlanjut di pergelaran aff 2012.
Seingatku gara2 bonek malaysia lah aku bisa tau juga FDSI (FORUM DISKUSI SUPORTER INDONESIA).
Dari situlah pertemanan bertambah . sempat juga mampir ke acara seribu lilin di tugu pahlawan bareng temen bonek dan fdsi surabaya,





Di pergelaran aff aku pun belum sempet deket dengan temen2 bonek malaysia. Cuman sekedar ingat dan ketemu waktu di tribun. Tapi ada di pertandingan pertama antara laos vs indonesia, di tribun atas curva nord bukit jalil. Aku melihat hal ganjil. Yah temen2 bonek malaysia dengan seorang berseragam "MALAYSIA" di antaranya. Saat itu aku belum tau kalu dia adalah "CAK MINOEL" :D (oiya gak perlu cerita tentang dia karena gak penting ) hingga pertandingan terakhir aku masih juga sungkan mau bantuan mereka untuk nyelundup flare atau smokebomb ke bukit jalil. Yang akhirnya cuman sempat nyelundup dan bakar 2 biji smokebomb di perantdingan indonesia vs malaysia. Indonesia kalah dan federasi pssi semakin jancok !!!

Setelah aff, rasanya aku udah bisa melupakan sedikit dendam incident 6 mei 2009. Yah itu karena loyalitas dan totalitas temen2 bonek dalam mendukung persebaya dan indonesia. Aku menilai itu lebih dari mentalitas !! Saat banyak suporter lain bungkam dan tunduk dengan sistem pssi, mereka malah melawan dan tetap mendukung timnas indonesia ! dan tidak lupa yah memori aff 2002 tentang seorang BAMBANG PAMUNGKAS , saat semua pemain senior dan yang lain di perlukan timnas mereka malah mungkir dan diam di kelek manajemen dan pssi ! hanya beliau lah panutan saat itu. #menolaklupa

First memories
Akhirnya sampai satu saat dimana aku mau ngumpul dengan mereka. Adanya sebuah ajang percobaan yang di selenggarakan arab yang mempertemukan timnas u19 indonesia melawan timnas u19 lain yang di undang.

Sore itu. Sampai di stadion aku mau saja langsung masuk karena aku udah terlambat seperti biasanya. Tapi ternyata satpam stadion tidak mengijinkan aku masuk karena ajang itu di gelar tanpa penonton.
Akhirnya aku online dan mencari kontak temen2 bonek malaysia. Setelah telpon ternyata teman2 bonek masih tercegat di pos satpam stadion shah alam. Karena mereka belum bisa masuk. Aku pun menuju kesana. Berkenalan dan sedikit berbasa basi.
Yah waktu itu mereka sudah mulai give up. Karena tim penyelenggara tidak membolehkan suporter masuk ke stadion.
Ada di antara mereka yang memilih untuk pulang saja, tapi ada temen2 yang berpendapat kalo kita udah sampai stadion. Mau tidak mau ya kita harus masuk juga !! Yah setelah jalan buntu karena ofisial indonesia yang di hubungi temen bonek malaysia juga mengiyakan tanpa penonton.

Terpaksalah ide dan kebiasaan saat menjadi bagian dari ultrasel kudu di keluarkan :D aku tau seluk beluk stadion shah alam. Cara masuk gratis lewat pagar tinggi tak berduri atau pintu loket yang bengkok. Ini bukan karena negatif way ala suporter agar kalian bisa meng cap bonek iku elek gratisan seperti biasanya ! Ini hanyalah cara terakhir agar tetep bisa masuk stadion cok :)
Akhirnya setengah dari temen bonek malaysia mau menerima usulku dan ikut mencari jalan masuk. Yah memang saja kami pasti dapat jalan masuk dari stadion shah alam yang sangat besar ini dan tanpa pengawalan.
Beberapa dari kami pun masuk terlebih dahulu, dan yang lain mengabarkan agar masuk juga.

Tapi ya begitulah, setelah di lorong menuju tribun . kami berfikir apa yang akan terjadi jika orang lain melihat suporter di pertandingan yang tanpa penonton ini ? Terpaksalah kami nonton pertandingan timnas u19 dengan cara NGINTIP JONGKOK :D

ternyata setelah bisa masuk semua. Malah ada temen2 yang berani nonton di tribun barat masuk ke vip.. hehe ternyata kalo udah masuk gak apa2 toh. ternyata ancen satpam dan penjaga nya yang lebay cuk,
Yah akhirnya beberapa dari kami mengahiri nonton ala NGINTIP JONGKOK dan bergabung ke tribun barat.

Di tribun barat itulah pertama kalinya aku atau yang lain juga bertemu EVAN DIMAS yang saat itu lagi training di pinggir lapangan.
Tapi kesan pertama adalah kekonyolan!! karena haus ada temen bonek yang minta air ke evan dimas dengan sedikit basa basi kenalan :D (ojok di guyu ancen ceritoe asli ngene cuk) si evan pun dengan nyantei ngasih minuman ke kami.

Pertandingan pun selesai dan ternyata kami boleh menemui pemain dan ofisial + masuk ke dalam lapangan . Sesuatu pengalaman yang lain dan berharga. Bisa berkenalan dengan semua pemain dan tentunya sang PELATIH LEGENDARIS garuda muda timnas u19 pak INDRA SJAFRIE.

Malam pun akan datang, akhirnya pemain dan ofisial kembali ke hotel dan kami pun pulang.
Itu adalah awal aku bisa merasa aku seakan tidak punya dendam. Aku berfikir mereka adalah saudara suporter ku. Bukan bagian dari bangsat bangsat yang membuat onar di incident 6 mei 2009.

Banyak hal yang bonek malaysia jalani dan mereka lakukan perjuangan itu sendiri tanpa perlu harus nunggu bantuan dari suporter lain. Walau kadang ada juga dari aliansi bonvika (bonek viking kconk) dan suporter lain di malaysia yang hadir di beberapa acara mereka. seperti kediri extreme daan yang lainnya.
Dari anniversary, mendukung timnas u16 >nonton sepakbola lokal malaysia> mendukung tim yang di perkuat mantan pemain persebaya(selangor dengan andik vermansyah nya dan atm dengan mario karlovic nya)> mendemo kantor aff sampai mendukung timnas di myanmar> pertandingan selangor fa vs arema cronus (incident pemasangan banner savepersebaya) sampek ada aremania yang turun dari tribun dan hampir menghampiri kalian. sedikit gesekan dengan ultrasel. yah mungkin akan aku tulis di cerita lainnya.
Yah itu sudah gila banget menurutku.


ini hanya sedikit tulisan tentang kalian BONEK MALAYSIA, sepurane ae nek tulisanku pasti gak bagus :D . sepurane sisan nek selama kene koncoan aku sering telat dan akeh absen ne di acara invansi malaya :D gak tak tulis jeneng, foto jelas atau laine. karepku y iki ngene tulisanku. wasalam dan salam 1 nyali wani !!
















































Selasa, 21 April 2015

rentenir fc biografi

rentenir fc

Dimulai pada musim dingin ketika semua hal mulai membeku dan sistem yang ada mulai kaku, lahirlah bara yang mencairkan angkuhnya dinding es yang menampilkan kesombongan disekeliling bumi. Tepat pertengahan tahun 1996, muncul dua orang pemuda memulai Streetrock Legion dengan nama yang sedikit absurd “Rentenir” untuk menghempaskan semua belenggu yang ada. Adalah Rezh dan Djockie, dua sahabat yang mempunyai visi yang sama untuk mengangkat rona kehidupan nyata yang terjadi dan ada terasa disekitar kita dengan menuangkannya lewat riff-riff gitar penuh distorsi dan amarah dengan dentuman bass dan drum yang menghentak serta vokal yang realistis. Keduanya dipertemukan oleh Onoz yang kebetulan duduk satu sekolah dengan Rezh, yang kemudian mereka bertiga sepakat untuk mendirikan sebuah band dikarenakan sama-sama menyukai musik genre Oi!, dan mereka bertiga memulai perjalanan dengan posisi Rezh – Vocal, Djockie – guitar, Onoz – Bass dengan dibantu beberapa additional players pada Drum.

Setelah dua tahun malang melintang lewati suka dan duka dari gigs ke gigs, hingga akhirnya pada tahun 1998 mereka sepakat untuk menggarap sebuah album dengan titel “Oi! Shakedown Oi! 97-98” yang memainkan unsur musik Oi! Dicampur dengan irama PunkRock menghasilkan Oi!/Streetrock, dibantu personil baru untuk mengisi line up Rezh – Vocal/Drum, Djockie – Guitar, Onoz – Bass dan Bawoex – Drum/Back Voice. Mencoba meramaikan warna musik di daratan nusantara khususnya di level bawah tanah. Dan perjalanan pun dimulai.

Waktupun terus berjalan tak terhentikan, ada yang datang dan ada yang pergi. Kembali pada tahun 2000, Rentenir mempertegas eksistensinya dengan album ke-2 “Beer, football & Ruck n Roll”. Dimana pada album tersebut banyak sekali terinspirasi dari “Minuman keras, Sepakbola dan kesemrawutan yang terjadi di kehidupan nyata serta kebersamaan”. Line up pun terjadi perubahan, Rezh – Vokal, Djockie – Guitar, Tibot – Bass, Bawoex – Drum. Di album ini pula Rentenir pertama kali menuliskan sebuah lagu untuk klub sepakbola kebanggan Jawa barat dengan judul “Viva La Persib” dimana pada tahun tersebut masih asing untuk menemukan sebuah band di level bawah tanah yang menciptakan sebuah lagu untuk sebuah klub sepakbola, bahkan Rentenir pun menciptakan sebuah lagu untuk para pendukung setia Persib dengan judul yang sama dengan julukan para pendukung tersebut “Bobotoh”. Inilah tahun yang bisa disebut tahun kebangkitan Rentenir dan pembuktian eksistensi mereka di kancah musik nusantara.

Langkah demi langkah, jatuh dan bangun tak pernah menyerah untuk kesekian kalinya, di tahun 2004 tak ragu mereka kembali muncul setelah mengarungi banyak gigs dari kota-kota besar hingga kabupaten di dukung dengan banyaknya merchandise dan kreativitas. Terbukti produktivitas mereka dengan kembali beraksi mengusung album ke-3 dengan titel “Hooligan Take Over” yang semakin membuat nama Rentenir familiar dan menjadi band yang identik dengan olahraga sepakbola. Bahkan pada tahun sebelumnya Rentenir pun sempat diundang dan bermain di sebuah acara ulang tahun Persib yang ke-70 bersama band-band kawakan lainnya yang bertempat stadion Persib. Di tahun ini pun Line up kembali berubah, Rezh – Vokal, Djockie – Guitar, Tibot – Bass, Boi – Drum. Rentenir juga ikut berpartisipasi dalam beberapa rilisan kompilasi dalam maupun luar kota, diantaranya “Oi! The Penalty”, “Outskirts Punx And Skins”, “Freestyle”, “Oi! Attack! dan lain-lain.

Di awal tahun 2007, mereka sempat menggebrak dengan membuat acara anniverssary satu dekade perjalanan band bersama band seangkatan “Keparat”. Dengan tajuk acara bernama “10 Years of Hell (Rentenir Vs Keparat)” yang berlangsung sukses. Waktu terus menggeliat, hingga detik ini Rentenir masih bertaring dengan line up terbaru terbaik, Rezh – Vocal, Djockie – Lead Guitar, Tibot – Guitar, Brom – Bass, Boi – Drum. Pada tahun ini tepat di bulan Juli 2008 Rentenir kembali bangkit dengan semangat baru yang tak pernah pudar untuk menunjukan Streetrock sebenarnya dengan attitude yang ditunjukan para personilnya. Mereka siap memekikan dunia yang sudah terlihat lesu dan tampak mulai tua dengan album ke-4 mereka bertitel “BIG MATCH”. Berisikan 10 lagu terbaru tanpa kompromi tetap dengan tema-tema sosial yang nyata dan sisi lain sepakbola. Hingga detik ini Rentenir akan terus mengibarkan bendera Oi!/Streetrock dan akan terus menularkan hooliganisme di nusantara….Tetap Semangat!!!!.

begundal lowokwaru biografi

BEGUNDAL LOWOKWARU
 

Sebuah sejarah atau sebuah aib? sebuah revolusi atau pendobrak tradisi monoton tentang gelombang dari kota kecil yang tak pernah diperhitungkan seperti Malang dan menjadi sebuah cerita berskala lebih luas. Tempat itu bernama Singosari, tempat dimana Ken Arok membuat sebuah revolusi sejarah yang tak pernah di perhitungkan beberapa abad kemarin. Sepuluh tahun kemarin Begundal Lowokwaru hanya sebuah selentingan ringan dari mulut Indra binatang dan Ustardz Chipeng, tentang sebuah perubahan tidak harus di lakukan di kota atau kota metropolitan, semua bisa di mulai tergantung dengan apa yang harus dimulai, lahirlah sebuah band tanpa personil bernama Begundal Lowokwaru, sebuah band yang sedikit banyak terpengaruh band-band lokal yang nakal dan mempunyai statement tentang fashion punk yang jelas pada era itu, seperti Laga Bara, Runtah, dan juga komunitas-komunitas street punk era awal seperti Realino, Sriwedari, Meruya, dan banyak lagi. 

Hari itu sekitar jam 8 malam, 31 desember 1998, Indra Bintang dan Ustardz chipeng berencana merayakan tahun baru di klayatan, diatas motor akhirnya lahirlah nama Begundal Lowokwaru, sebuah band dengan dua personil, dan esok harinya beberapa personil seperti, Buyung Mukembe, age' pipo pilipo AKA Panda, Sableng, Fordi, Koko Ombat, membantu proyek gak jelas itu.Berbekal lagu-lagu yang tercipta di perempatan kecil Sidodadi, sebuah tempat didekat pasar Singosari, Begundal Lowokwaru mulai berani unjuk gigi di panggung-panggung kecil acara punk atau kadang dapat sisa waktu dari penampilan salah satu kerabat mereka, sebuah band skapunk Skatoopid.Dan waktu mulai bergulir, lagu-lagu seperti Road to the bottle(equality), oi!seplok, ataupun saudara sebotol mulai akrab dikumandangkan. Dengan mengangkat mengangkat isu-isu jalanan dengan cara penulisan lirik yang lebih gamblang, Begundal Lowokwaru mulai merangkul audiensi yang lebih luas, walaupun tidak sedikit yang mempertanyakan ataupun menentang isu-isu yang mereka tawarkan.Setelah lahir beberapa lagu yang dirasa cukup untuk membuat sebuah album, dan personil yang dirasa cukup, Begundal Lowokwaru merekam album pertama mereka yang kemudian diberi judul Street drunk rock, di Nada Musica studio surabaya, album ini berisi 11 lagu straight to the point street punk anthem, dengan personil, ustardz Chipeng(vokal), John gembel gua Selarong(gitar), Sableng tangisan boot(bass), gopel titisan kiley(drum), dan dibantu Paduan suara Punkemiz Antartika Sidoarjo, Album ini keluar dipasaran di bawah label Street drunk rock records pada akhir 1999. Setelah keluarnya album ini, lagu-lagu begundal yang sebelumnya hanya dinyanyikan teman-teman mereka, kini mulai berkumandang dibeberapa komunitas yang bisa di bilang awal waktu itu, tawaran panggung mulai dari Jakarta hingga pulau Dewata mereka libas semua, penjualan album yang mencapai 2000 keping bisa dibilang cukup fenomenal untuk sebuah band dari kota kecil dengan kemampuan bermusik yang ala ala kadarnya. Album pertama dengan respon yang cukup bagus ini mengantarkan Begundal Lowokwaru mengerjakan proyek split album dengan salah satu baurekso Sayidan Skinhead "the Sardonic", album ini dikerjakan diYogyakarta dan dirilis oleh Realino records Yogyakarta, berisi 11 lagu dari dua band ini dan beredar dengan sangat terbatas hanya 75 kopi! Setelah rilis split mereka beredar, masa ini banyak terjadi perubahan, John gembel mengundurkan diri, age' pipo pilipo masuk kembali mengisi posisi bas dan Sableng mengisi posisi gitar ritem, dan Begundal Lowokwaru juga menggamit Antok Celeng diposisi gitar utama. 

Dengan formasi ini Begundal Lowokwaru menggodok materi album kedua mereka, Akhirnya sebelas lagu yang mayoritas berbahasa Inggris ini dirilis pada awal 2003, Dengan titel "Suburban legion" album ini secara musikal merupakan explorasi atau pendewasaan dari musik Begundal Lowokwaru itu sendiri, dengan penambahan alat musik tradisional/alat yang dipakai untuk berjualan arbanat, menjadikan musik Begundal Lowokwaru sebagai wacana baru bagi Indonesian punk scene.Setelah Fase album ini, Begundal Lowokwaru terbentur antara hidup dan musik, Sableng dan Celeng harus bekerja di Bali, Ustardz Chipeng pergi ke Kalimantan, dan Gopel ke Sumatera, Pada Fase ini Indra Binatang berusaha memperpanjang nafas Begundal Lowokwaru dengan bantuan beberapa teman. Masa kurang bergeliatnya Begundal Lowokwarupun berlangsung cukup lama,dalam kurun waktu itu Begundal Lowokwaru hanya menghasilkan 1 lagu untuk kompilasi patriot 666 records bali berjudul ...And the bottle for all, dan juga rilis dari Realino Records Oi! penalti. Akhir 2004 Ustardz Chipeng kembali ke Malang, Antok Celengpun beberapa saat sebelumnya sudah berlabuh di Malang, beberapa lagu barupun mulai di geber dengan Formasi, Ustardz Chipeng, Antok Celeng, Age' pipo pilipo, Bansheng blokotok, dan Udin Bach Cock(screaming factor). Dengan Formasi ini Begundal melahirkan beberapa lagu di studio ANTZ Malang, 4 lagu yang mereka hasilkan mulai berkelana dari komputer ke komputer dengan bentuk MP3, dengan format lebih ringan tapi lebih rapi dan pasti sangat beraroma Begundal, walaupun masih berbentuk demo lagu-lagu tersebut mulai menjadi Anthem di kota dingin ini. Awal 2006 terjadi lagi pergantian personil ditubuh Begundal Lowokwaru, Bansheng Blokotok berhenti karena tidak siap dengan jadwal tour yang padat yang sering berbenturan dengan pekerjaannya, sedangkan Udin Bach cock harus lebih serius dengan bandnya sendiri Screaming Factor, kemudian posisi mereka di isi kembali oleh si anak hilang Indra Binatang yang mulai jarang bermain band karena Skatoopid vakum, dan teman seperjuangan Indra binatang di proyek diskopunk-nya Diskoteror, an independence drumer,Rosi Kobra (yg sering membantu beberapa band signifikan di Malang) di posisi drum. Dan formasi inipun mulai menggeber materi untuk album selanjutnya, setelah kesibukan personil dan jadwal tour yang lumayan padat dari kota kekota, akhirnya berbekal 20 lagu mereka menggilas WW studio Malang untuk merekam album ke-3 mereka, setelah merekam materi dasar pengerjaan mixing dan mastering dikerjakan di GG studio, hanya sembilan lagu yang dimuat album terbaru mereka. Dengan titel Punk Is A Threat Not A Fashion Tips( Goin' Traditional ) Album ini mulai menggoyang pasaran pada maret 2008, dengan penjualan yang fantastis mencapai 1000 keping lebih setelah 2 bulan pertama, album ini merupakan jawaban atas kehausan para penikmat Begundal Lowokwaru yang merindukan karya mereka sejak lama, Di Fase ini sekali lagi Indra Binatang harus menghilang sekali lagi untuk membangun mahligai perkawinan, dan posisinya sementara digantikan oleh gitaris serbabisa Acoy Geboy (SATCF,kids next door,soldiers embrace), Feri Gendut (Dive into Summer),dan sekarang acoy telah terbaptis menjadi bagian keluarga besar BL. Dengan formasi terakhir ini mereka menggulung jawa-bali selama april sampai Juni.Dan sekarang Begundal sedang bekerja, menggodok, berlatih, fingering, dan merekam materi2 baru untuk album ke-4 mereka. 

http://antikamu.blogspot.com/2008/12/begundal-lowokwaru.html

Menyibak Reklamasi Punk ala Antiphaty

Oleh:
Samack

Menyibak Reklamasi Punk ala Antiphaty Kredit foto: Dok. Antiphaty
Ketika anda membaca tulisan ini, kemungkinan besar Antiphaty sudah kembali menginjakkan kaki di tanah air dan melanjutkan tur ke berbagai kota di Indonesia. Kemarin, band punk rock kugiran asal kota Malang ini baru saja tampil di Singapore (17/01), Batu Pahat (18/01), dan Kuala Lumpur (22/01). Rangkaian tur lintas tiga negara – Singapore, Malaysia dan Indonesia – yang bertajuk Desire Tour 2015 tersebut menyambangi total 24 kota di tiga negara.

Desire Tour 2015 merupakan proyek tur masif yang dikelola secara mandiri oleh Antiphaty dengan dibantu oleh relasi dan kolega mereka sebagai show/gig organizer di berbagai daerah. Tur ini juga 'sepaket' dengan perilisan album terbaru mereka yang bertitel Up The Punk (Raw Tape Records) yang sementara ini masih berada di dalam tas ransel mereka dan dipasarkan sendiri sembari tur di kota-kota yang dikunjungi.

Bersama sekantong kaos merchandise Antiphaty, CD album Up The Punk itu menjadi modal dan bekal utama mereka selama di perjalanan. Untuk mendanai tur dan menyambung hidup sementara di perjalanan, sambil menyimpul jaringan-jaringan komunitas scene underground-punk di berbagai daerah. Yang paling mengejutkan (juga menjengkelkan), semua karya tersebut – album baru, tur masif dan merchandise – merupakan murni hasil kerja keras Antiphaty yang telah disiapkan secara 'diam-diam' dan tanpa gembar-gembor sebelumnya.

Ya, tidak pernah ada kabar dan informasi sebelumnya. Bahkan sekedar isu maupun desas-desus tidak sekalipun mampir selewat di telinga teman dan fans mereka di kotanya. Layaknya band underground Malang yang sudah beranjak 'tua', Antiphaty selama ini dianggap 'diam' dalam kondisi nyaris vakum. Lama tidak rilis rekaman dan hanya sesekali manggung kalau diundang. Namanya sudah jarang disebut dalam hingar-bingar kancah musik rock-independen di kota Malang, apalagi di luar kota.

Hingga, suatu hari di awal bulan Januari 2015, tiba-tiba saja mereka mengumumkan semua kejutan itu secara sekaligus. Melalui akun Facebook dan Twitter, Antiphaty mendeklarasikan album baru dan tur yang masif. Secara bertahap mereka langsung mengunggah e-flyers yang memuat ilustrasi sampul album, titel, tracklist, jadwal tur, beragam desain merchandise, hingga video teaser. Sialan. Sungguh, ini band yang brengsek. Diam-diam, mereka merencanakan teror yang tidak terendus oleh khalayak. Tidak banyak omong. A great comeback! 

Dari Mana Kord-Kord Tajam itu Berawal

Delapan belas tahun yang lalu, tepatnya bulan Februari 1997 di kota Malang, tersebutlah dua nama personil kelompok punk No Man’s Land, Catur Guritno dan Feri, yang mulai intens bergaul dengan Eko (drummer Keramat) dan adik kandung Feri, Arthur. Empat anak muda itu sedang mengagas sebuah konspirasi maut yang ingin memainkan musik punk dalam bentuk yang lebih cepat dan keras. Ya, hanya sesimpel itu awalnya. Band ini mereka kasih nama singkat dan cukup keren; Antiphaty.

Hari-hari berikutnya, mereka mulai menulis musik dan berlatih di studio. Musik Antiphaty agak mengarah pada corak crusty-punk seperti yang dimainkan The Exploited atau Chaos UK. Unsur lain seperti rock, hardcore, bahkan metal juga disertakan untuk menambah variasi musik mereka. Sebuah keputusan yang cukup berani kala itu. Mengingat di jaman tersebut, band-band punk rock lokal masih didominasi oleh irama punk yang tradisional dan sedang tergila-gila pada Sex Pistols, NOFX, Rancid, atau Bad Religion. Sementara Antiphaty tetap ngotot pada seleranya, menulis musik crusty-punk yang belum begitu populer di telinga publik underground. 

Kemunculan Catur dkk tentu membawa nuansa baru dalam khazanah musik punk di kota Malang. Hampir setiap pekannya, mereka rutin berlatih di Centra, sebuah studio musik legendaris yang juga ikut membesarkan Keramat, Sekarat, Bangkai, Perish, dan banyak band lokal lainnya. Beberapa panggung gigs underground juga mulai mereka jajal. Dari pengalaman pentas tersebut, Antiphaty menjadi semakin baik dan mulai meraih penggemar sedikit demi sedikit.

Sejak awal terbentuk, Antiphaty memang lebih tertarik untuk menulis lagu sendiri serta membuat karya rekaman. Mereka sepertinya enggan menjadi band cover dan kagok untuk menyanyikan lagu orang lain. Tidak lama setelah lagu-lagu terkumpul, Catur dkk langsung fokus pada proses rekaman untuk album perdana.

Akhirnya, Antiphaty berhasil merilis debut album yang bertitel W.A.R di awal tahun 1998. Album ini berisi lagu-lagu yang mengusung topik konflik sosial dan lingkungan. Catur yang menulis semua lirik-liriknya dalam bahasa yang lugas dan simpel, namun kadang terdengar sangat kasar. Rilisan berformat kaset dan hanya dicetak terbatas itu langsung menjadi terobosan penting bagi karir bermusik Antiphaty.

Sayangnya, tidak lama Feri dan Arthur memutuskan keluar dari Antiphaty untuk lebih menekuni pekerjaannya. Catur dan Eko lalu menarik beberapa orang pilihan untuk memperkuat barisan mereka. Di antaranya ada Antok Celeng, seorang pemuda yang pantas disebut natural-born-punkrocker untuk mengisi posisi bass. Antok Celeng adalah orang yang sama yang juga menjadi gitaris di Begundal Lowokwaru hingga hari ini.

Pada tahun 1999, Antiphaty bergabung dengan label Confuse Production dan merilis album kedua yang bertitel Undercontrol. Album ini dikerjakan di studio Kangean hanya oleh tiga orang personil saat itu, Catur (vokal/gitar), Eko (drum) dan Antok (bass). Secara umum, materinya tidak jauh berbeda dengan debutnya. Punk rock yang digeber kencang, intens dan to-the-point. Di bawah label Confuse Production, Antiphaty ditarik juga untuk mengisi proyek split-tape dengan Extreme Decay yang dikasih titel For Freedom.

Antiphaty juga sempat terlibat dalam beberapa proyek split dan kompilasi hingga taraf internasional. Seperti misalnya split-tape dengan band asal Singapura, Depress, yang dirilis oleh Broken Noise Records (S’pore). Kemudian mengisi kompilasi Saudara Sebotol (Raw Tape Records), serta mengisi album kompilasi Tribute To Terrorizer (Edelweiss Records) lewat lagu cover “Corporation Pull In”.

Kemudian terjadi reformasi lagi di jajaran personil Antiphaty. Masuk tambahan dua tenaga baru, gitaris Yoyok (eks Horrid Truth) dan Wawan (eks Rotten Corpse / Adzab). Line-up ini yang kemudian sering dibilang sebagai formasi terbaik dan tersolidnya Antiphaty. Mereka berlima mulai bekerja keras dan menikmati masa-masa 'kejayaan' Antiphaty dalam berbagai pentas musik.

Nama mereka mulai disegani oleh komunitas punk di negeri ini. Jadwal manggung Catur dkk semakin padat. Mereka tampil rutin di Malang, sampai diundang manggung ke Bandung, Surabaya, Kediri, Blitar, Jogja, dan Denpasar. Antiphaty mulai berhasil merangkai penggemar fanatik di wilayah Jawa dan Bali. Catur sendiri bahkan memutuskan keluar dari band lamanya, No Man’s Land, agar bisa fokus dan berkonsentrasi penuh pada Antiphaty.

Memotret Kondisi Skena Lokal Pada For The Scene

Pada tahun 2000, Antiphaty merilis album bertitel For The Scene (Raw Tape Records). Album ini bisa dikatakan album terbaik mereka. Catur dkk berhasil meramu musik punk yang lebih cepat, bertenaga dan memiliki corak khas. Di album ini mereka mulai merambah irama swedish punk, memainkan irama yang crusty, plus hook-hook metal yang kental, serta soundscape yang rusuh dan distortif.

Konon menurut pengakuan mereka, titel For The Scene itu sengaja diambil dari judul album For the Punks milik The Casualties. Karya ini bisa disebut sebagai album konsep karena mengusung tema utama seputar kondisi scene musik dan komunitas underground-punk di kota Malang. Catur menulis semua liriknya dalam kalimat-kalimat yang jujur, terbuka, dan tetap sarkastik. Semuanya dibangun dalam bahasa yang kritis dan konstruktif, dan jauh dari kesan menggurui. Hampir semua lirik lagu di album itu terinspirasi dari segala stori dan suka-duka yang mereka alami di lingkungannya. Boleh dibilang, For The Scene adalah potret yang paling aktual dari kondisi scene bermusik di kota Malang saat itu.

Meskipun dirilis dalam jumlah dan distribusi yang terbatas, For The Scene berhasil mendapat respon yang cukup baik dari penggemar musik cadas di tanah air. Sejumlah nomor seperti “Mati” atau “Pahlawan Bertopeng” berhasil menjadi favorit di kalangan fans Antiphaty. Saat itu bahkan ada yang berani menyebut For The Scene sebagai album punk yang visioner. Berisi kumpulan karya musik yang belum terpikirkan oleh band lokal sejenis dan bisa menginspirasi wujud musik punk di era selanjutnya. 

Memang faktanya sejak For The Scene, entah kebetulan atau tidak, musik punk di tanah air tidak pernah sama lagi. Mulai marak band-band yang memainkan musik serupa. Punk rock yang dicumbui oleh hardcore dan metal, plus variasi di sana-sini. Diikuti dengan idiom yang kemudian bermunculan crusty-punk, swedish-punk, D-Beat, thrash-punk, hardcore-punk, dan sebagainya. Sekedar catatan, saat itu musik Jeruji atau Keparat belum sekeras sekarang, dan Inlander masih belum ada.  

Ironisnya, segala stori suka dan duka di dalam scene dan komunitas yang jadi tema utama album terakhir mereka malah bikin Antiphaty mulai goyah. Puncak kegalauan itu akhirnya meletup dalam diri sang frontman, Catur Guritno. Sekembalinya dari konser For The Scene di Denpasar, tiba-tiba ia memutuskan untuk berhenti dari Antiphaty. Catur lalu menekuni usaha clothing line-nya yang berlabel Unscarred, sambil menerima order desain dan sablon konveksi, serta tergila-gila dengan hobi sepeda ekstrim BMX.

Spike dan Boot Yang Tergantung di Rak Milenia Ketiga

Pada awal era 2000-an, scene musik di Malang memang cenderung sepi dan menurun produktifitasnya. Berbagai band mulai dihinggapi masalah internal, vakum bahkan bubar. Label rekaman, fanzine dan organiser gigs mulai redup serta menghentikan kerjanya. Otomatis tidak banyak karya yang benar-benar menarik pada jaman itu.

Begitu juga yang sempat dialami oleh Antiphaty sepeninggal Catur, band ini sempat shock dan mati rasa. Setelah masa hiatus beberapa saat, Eko dkk mencoba tetap bertahan dengan sisa personil yang masih ada. Gitaris Yoyok langsung dimutasi untuk mengisi posisi vokalis. Johan (Keramat) sempat dipanggil untuk mengisi sektor gitar. Beban yang sangat berat tentu ada di pundak Eko dkk untuk melanjutkan eksistensi Antiphaty. Apalagi, Catur sempat berpesan pada mereka, “Jangan bubarkan Antiphaty. Terusin aja. Aku support dari belakang!”

Eko dkk akhirnya tetap menulis lagu dan berlatih di studio, meski tidak se-intens dulu. Enerjinya tampak berbeda. Antiphaty hanya kebagian beberapa undangan gigs lokal, seperti Hardcore Attack dan jadi pembuka konser Ingrowing (Ceko). Namun aksi panggung mereka sudah tidak setangguh dahulu. Kejadian ini tidak sesimpel band yang kehilangan vokalis, tetapi juga absennya seorang frontman. Menurut teman-teman dekatnya, ada yang hilang dan itu hanya ada pada diri seorang Catur Guritno.

The Exploited dan Titik Balik Antiphaty

Pertengahan tahun 2006 silam, organiser gigs Kolektif Radiasi mendapat tawaran dari (almarhum) Robin Hutagaol untuk memproduksi konser The Exploited (UK) di Malang. Saat itu pikiran mereka langsung tertuju pada Antiphaty dan Catur Guritno. Dua nama itu harus bisa disandingkan dengan legenda punk/crust Inggris yang jadi inspirator dan influens penting di awal karir Antiphaty.

Tampaknya ini momen yang paling tepat untuk 'mengawinkan' mereka kembali. Eko, Yoyok, Wawan dan Antok menyatakan sangat antusias dengan rencana ‘mengembalikan’ Catur ke Antiphaty. Minimal sebagai pertunjukan spesial untuk satu kali penampilan membuka konser The Exploited. Kalaupun ternyata 'reuni' tersebut berhasil dan mereka tetap bersatu, itu malah jauh lebih baik lagi.

Waduh, aku wes gak kuat nyanyi punk-punk-an rek!” begitu alasan Catur sambil tertawa ketika ditawari untuk balik ke Antiphaty dan membuka konser The Exploited. Berbagai pihak mulai dari personil band, panitia acara, sahabat sampai orang-orang terdekatnya terus memaksa Catur untuk kembali. Mulanya Catur bilang mau masih pikir-pikir dulu. Sampai akhirnya, dengan suara pelan dan raut wajah pasrah ia pun menyerah, “Oke, aku coba deh…”

It's a big thing. Catur kembali berlatih bersama Eko dkk. Sebagai pemanasan menuju proyek utama, Antiphaty sempat main di acara Ontrant-Ontrant #4 bareng Jeruji, Disinfected, Begundal Lowokwaru. dll. Puncaknya seminggu kemudian, Catur dkk benar-benar beraksi di Dome UMM sebagai pembuka konser The Exploited. Mereka bermain apik dan prima. Ribuan crowd bersuka ria dan menyambut antusias. Antiphaty telah kembali. Ternyata tidak sia-sia ‘memulangkan' Catur ke rumahnya. Misi suci itu telah berjalan baik, bahkan sempurna.

And the rest is history...

Mereklamasi Punk Sebagai Ancaman (Kembali)

Up The Punk adalah album penuh Antiphaty semenjak For The Scene yang dirilis lima belas tahun lalu. Itu tanpa menghitung proyek split-tape We're Here To Murder You bersama Error X (Jakarta) yang baru dirilis Playloud Records, tahun lalu. Sejatinya, materi lagu untuk Up The Punk sudah ditulis sejak lama dan sempat direkam sekitar 5-6 tahun yang lalu. Saya masih ingat karena pernah mendapat materi demonya untuk preview di webzine Apokalip saat itu.

Tentu saja hampir semua 16 lagu yang ada di album Up The Punk sudah cukup dikenal oleh para fans Antiphaty. Nomor-nomor seperti “Anti Punk Fuck Off”, “Welcome Suckers”, “Destroyer” atau “Sampah Moral Busuk” bahkan sudah lama menjadi anthem di setiap panggung Antiphaty sebelum ada versi rilisannya.

Selain tetap menyuarakan tema-tema kritik sosial, Up The Punk yang dirilis sendiri lewat label Raw Tape Records itu juga soal keyakinan dan pilihan mereka untuk tetap bersikap di jalurnya, punk. Seperti upaya 'mengembalikan' musik punk yang tetap kritis, vokal dan tanpa kompromi. Ini adalah album yang siap menendang siapa pun yang berani bersikap kontra terhadap punk. Semacam pledoi keras bagi stigma negatif yang kadang masih melekat pada – musik, gaya hidup, atau komunitas – punk itu sendiri. 

Seperti misalnya, “Welcome Suckers” yang bermaksud merangkul mereka ke dalam satu lingkaran yang kuat, damai dan mandiri, “Welcome Suckers, welcome bastards / C'mon let's dance, breaking up / No more fight, no more riot / This is Punk!”

Atau lirik “Anti Punk Fuck Off” yang seperti mengacungkan jari tengah yang dimiliki kedua tangan tepat di depan wajah sang penghina, “Black boots, spiky hair / Bizzare life, I don't care / Let them say, the will hear / Anti punk fuck off!”

Ya, Antiphaty mengembalikan punk sebagai suatu ancaman. Dengan lirik-lirik setajam itu, anda tentu musti berpikir ulang kalau masih berniat membuat lelucon dungu, seperti “Punk Is Diet” atau “Punk Is Dad”, misalnya. Jangan. Jangan pernah dilakukan.

Langkah Terakhir ; Acungkan Jari Tengah!

Antiphaty sekarang adalah Catur (vokal), Yoyok (gitar), Antok (bass), dan Angga (drum). Ketiga nama yang disebut di awal sudah tidak begitu muda lagi. Mereka telah berkeluarga, memiliki anak, dan punya profesi tetap selain bermusik. Catur sudah menginjak usia 40, Yoyok dan Antok ada di penghujung akhir 30-an, hanya Angga saja yang usianya masih di bawah mereka bertiga. Tapi untuk menjadi punk tidak akan pernah mengenal usia jika itu sudah menjadi pilihan sikap, pola pikir dan gaya hidup mereka.

Kalau memang benar bahwa punk rock adalah gaya hidup, maka tentunya itu musti gaya hidup yang keras. Untuk hal itu, rasanya anda memang perlu belajar banyak dari Catur dkk. Sebab mereka telah menjalani suka-duka yang tidak biasa selama karirnya. Catur dkk telah merasakan seperti apa hidup di jalanan, hingga sempat berjaya dalam bermusik. Tahu rasanya dielukan dan dicaci maki. Pernah tegap berdiri bangga di atas boot, maupun dianggap sebagai sol boot itu sendiri.

Hingga hari ini, Antiphaty telah  jatuh-bangun dan eksis bertahan selama delapan belas tahun. Rasanya baru kemarin saya hadir dalam perayaan satu dekade Antiphaty di Delta Cafe Malang, yang ternyata itu tahun 2007 silam. Selama karirnya, Antiphaty sedikitnya sudah menghasilkan empat album penuh, tiga proyek split-tape, dua proyek kompilasi, serta pengalaman manggung yang tak terhitung. Di antara itu, ada banyak pengalaman baik nan berkesan serta pengalaman buruk nan menyakitkan yang hampir sama porsinya.

Sekarang, saya menunggu Antiphaty pulang ke Malang dengan membawa cerita-cerita menarik dan pengalaman yang baik dari perjalanan turnya kali ini. Jika karir mereka berhenti sampai di sini pun, rasanya saya sudah cukup rela. Tapi semoga saja tidak ada niat seperti itu. Sebab, kita masih sangat menikmati Antiphaty dan fans-nya yang selalu sigap mengacungkan jari tengah yang paling tinggi di setiap pertunjukan mereka. Dan kita sangat paham siapa saja pihak yang layak menerima simbol jari seperti itu.

Fuck You, Up The Punk!

*Sebagian data dan sumber tulisan berasal dari arsip artikel lawas tentang Antiphaty di Webzine Apokalip (2007-2010).
Revisi terakhir pada: 28 Januari 2015
 
http://www.jakartabeat.net/resensi/band/konten/menyibak-reklamasi-punk-ala-antiphaty 

antiphaty malang


Aliran musik Punk awalnya mulai lahir sekitar tahun 1970an. Kala itu Punk adalah genre yang lahir untuk memberikan perlawanan pada genre Rock yang sedang merajai tangga lagu dunia. Punk lantas lahir dengan semangat DIY (Do It Your Self) untuk menandingi konsep industrialisasi musik Rock yang telah besar. Munculnya konsep perdagangan Distro (distribution) ternyata juga berimbas pada perkembangan komunitas pencinta musik Punk di Malang. Seperti Antiphaty, band aliran punk yang tetap eksis di dunia musik indie (independence) Malang.
Terbentuk pertama kali di awal tahun 1998 dengan line-up Catur (vocal), Feri (guitar), Arthur (bass) and Eko (drum). Mereka tidak tangung-tangung langsung meluncurkan full length tape dengan judul album 'W.A.R' (Raw Tape recs). Campuran punk dan crusty ditambah dengan distorsi yang kasar. Lirik yang bercerita tentang sosial dan human conflict. Tahun 1999 mereka kembali merilis 'Undercontrol' LP melalui Confuse recs. Antiphaty juga sempat melakukan split project dengan Depress (singgapore) dirilis oleh Broken Noise recs, dan juga split Extreme Decay (indonesia) dirilis oleh Confuse recs.

Dilanjutkan dengan single untuk kompilasi 'A Tributte To Terrorizer' (Edelweiss recs) dan 'Sodara Sebotol' (Raw Tape recs). Our most Album mereka yang paling ditunggu berjudul 'For The Scene' rilis tahun 2000 dan mendapat respon yang cukup mengembirakan.

Line-up mereka saat ini ada Yoyok (vocal/guitar), Catur (lead vocal), Reza (drum), & Antok (bass/vocal).

Discography:
1998 ; W.A.R (Raw Tape recs)
1999 ; Undercontrol (Confuse recs)
2000 ; For The Scene (Raw Tape recs)

split & compilation:
Antiphaty/Depress (Broken Noise recs, S'pore)
Antiphaty/ExtremeDecay (Confuse recs)
A Tributtes To Terrorizer comp-tape (Edelweiss recs)
Sodara Sebotol comp-tape (Raw Tape recs)


+62878 59674 666 | +62878 59674 666
Myspace

Tracklist:
01 Anti Punk Fuck Off
02 Apostate Tecno
03 Brother
04 Consistent Of Life
05 Control Your World
06 Damai
07 For The Scene
08 Manusia
09 Mati
10 Nyata
11 Pahlawan Bertopeng
12 Palsu
13 Welcome In My Hell
14 Welcome Sucker

Kamis, 09 April 2015

Kebenaran Dalam Skandal Senayan

Match Fixing
Maaf rekan-rekan, saya kembali mengangkat tulisan yang kembali lagi menyoal sejarah kelam dalam sepak bola nasional. Saya minta maaf karena mungkin tidak terlihat kreatif karena hampir 50% artikel saya terkait sepak bola nasional selalu bersinggungan dengan skandal suap senayan. Baik itu menyoal catatan saya tentang Ramang, Pogacnik atau Timnas jaman dulu.
Alasannya hanya satu, saya begitu penasaran. Ini menjadi kebiasaan yang sudah begitu lama terjadi namun seperti semua stake holder persepak bolaan nasional tutup mata atas kejadian tersebut. Mana pernah anda melihat PSSI serius menangani hal ini ? Kasus terakhir yang bisa menjadi rujukan terjadi ketika melibatkan PSMS Medan dalam menjalani roda kompetisi Divisi Satu musim 2010/11. PSMS Medan yang hendak melakoni laga tandang melawan PS Bengkulu diperintahkan oleh pengurusnya untuk mengalah karena telah mendapatkan uang suap dari bandar judi yang konon berasal dari Malaysia.
Pelatih dan para pemain menolak melakukannya, adapun hasilnya hampir semua pemain tertunggak gajinya dan sempat luntang-lantung hidup tanpa gaji. Pihak yang terlibat dalam suap diantaranya Sarwono sebagai manajer PSMS, Saryono pengurus PSMS dan Heru Pramono sebagai CEO PSMS. Berita terakhir saya mendengar komdis PSSI menghukum ketiga mantan pengurus PSMS Medan tersebut dengan sanksi larangan terlibat dalam sepak bola seumur hidup.
Hukuman yang tegas ? ya, tapi anda harus tahu, kasus ini baru mendapat perhatian ketika para pemain ramai-ramai menggugat dan diangkat oleh media massa. Baru tahun 2013 sanksi tersebut diberikan dan gaji para pemain dilunasi. Pengurus PSMS pun sebenarnya setali tiga uang.
Bahkan sebelumnya pengurus PSMS sendiri yang menyatakan kasus ini ditutup tahun 2011 lalu sebelum akhirnya dibuka kembali 2 tahun kemudian. Menjawab hal ini, sekretaris umum PSMS, Idris, mengatakan, keputusan membuka kembali kasus ini karena ditemukannya bukti baru tahun 2013 lalu.
Sekretaris umum PSMS, Idris, mengatakan, keputusan membuka kembali kasus ini karena ditemukannya bukti baru. “Saat pembubaran tim memang kita bilang tidak ada suap, namun ada catatan kalau kasus ini akan dibuka kembali, jika ada temuan. Kami menemukan bukti baru ketika 23 Juli lalu, ada pemain yang melapor dan memperkuat dugaan suap itu,” ujarnya.
Sedikit lucu sebenarnya karena saksi mata dan korban masih hidup semua, yaitu pelatih dan pemain PSMS Medan musim 2011, mereka pun sudah melaporkan kasus tersebut sejak lama. PSSI toh seperti diam saja mendengarnya sebelum pengurus PSMS dan KONI kembali mengangkatnya. Intinya apa ? PSSI memang masih loyo untuk urusan seperti ini. Lalu sampai kapan kasus suap-menyuap akan berulang terus-menerus jika keseriusan lembaga penaung dipertanyakan ?
Inilah faktanya, itulah mengapa saya begitu penasaran tentang bagaimana sih sebenarnya kasus suap pemain dalam skandal senayan 50 tahun lalu yang begitu menghebohkan. Kasus tersebut seperti antara nyata dan tidak. Hukuman memang ada dan sudah dijatuhkan namun bukan oleh PSSI. Sehingga dalam catatan PSSI kasus ini sebenarnya tak pernah terjadi atauu tepatnya dipaksakan terjadi.
Untuk itulah anda harus membaca catatan saya berikut.
Menjangkiti Dunia
Kita sebenarnya patut bergidik soal ini. Pengaturan pertandingan bukanlah penyakit lokal yang akut dan hanya terjadi di negara kita Indonesia. Anda harus tahu, ini adalah penyakit internasional. Banyak bukti dan telah banyak yang melakukan penelitian mendalam tentang pengaturan skor oleh pihak bandar.
Salah satunya adalah Hill Declan yang telah melakukan riset mendalam tentang perilaku hina dalam seluruh olah raga ini. Melalui riset itulah dia kemudian mendapatkan fakta-fakta menarik dari pengaturan pertandingan, kasus suap, hingga judi bola. Mulai dari Eropa, bahkan hingga pelosok Asia Tenggara (kasusu PSMS Medan buktinya). Bahkan dia menyebut Indonesia beberapa kali di dalam bukunya, tapi tidak pernah menceritakan mengenai kasus pengaturan pertandingan di Indonesia.
Kasus pengaturan pertandingan sendiri mulai mencuat ke permukaan sekitar Februari silam. Interpol mengeluarkan nama Dan Tan, seorang berkebangsaan Singapura, sebagai tersangka pengaturan pertandingan sepakbola secara global. BBC melansir, 30 negara dan hampir 700 pertandingan diselidiki oleh Interpol.
Europol
Saya menulis yang sebenarnya. Saya menulis fakta. Sebagai jurnalis, Anda dan saya tahu bahwa ada dua macam fakta: fakta yang kita ketahui dan fakta yang bisa kita tulis di dalam buku dan diterbitkan. Dan saya harus memaku diri pada fakta kedua,” kata Hill.
Pria berkebangsaan Kanada itu kemudian menjelaskan alasan mengapa kasus pengaturan pertandingan adalah sesuatu yang mewabah dan berbahaya. Salah satu yang mengkhawatirkan adalah bagaimana wabah tersebut bisa membuat penggemar sepakbola jadi malas menyaksikan pertandingan.
Dan begitu orang-orang berpikir bahwa pertandingan sudah disuap, mereka akan mulai malas menyaksikan sepakbola,” paparnya.
Yang menarik, di dalam bukunya Hill menyebut bahwa salah satu match-fixer berasal dari Indonesia. Sang match-fixer memberikan statemen kepada Hill bagaimana cara mereka memberikan sinyal kepada pemain yang sudah disuap. Hill, dalam wawancara semalam, mengaku masih ingat dengan jelas wajah orang Indonesia itu.
Beberapa dari kita mungkin ada yang tahu dan masih mengingatnya, ketika publik sepakbola dunia dihebohkan oleh terungkapnya sebuah jaringan pengaturan pertandingan global yang berbasis di Singapura. Sindikat ini bahkan sampai menghantui Eropa yang terlihat sangat profesional dalam olah raga. Semua kalangan sepakat, meski beragam cara dilakukan, penghapusan match-fixing nyaris tak mungkin dilakukan dan semua negara berpotensi untuk kecolongan.
Kepolisian Uni Eropa (Europol) berhasil mengungkap sebuah jaringan pengaturan pertandingan global yang mencakup beberapa negara di seluruh dunia tahun 2013 lalu. Dari hasil penyelidikan tersebut, bahkan pertandingan di Liga Champions dan Kualifikasi Piala Dunia berhasil disusupi.
Sebanyak 680 pertandingan yang dicurigai terlibat dalam pengaturan pertandingan itu melibatkan laga-laga dari turnamen besar dunia baik level tim nasional maupun tingkat klub. Skandal ini terungkap berkat penyelidikan yang dilakukan oleh Satuan kepolisian Uni Eropa, atau yang dikenal dengan Europol.
Pertandingan-pertandingan yang dicurigai melibatkan aktivitas kriminal dimulai dari tahun 2008 sampai 2011. Dari 680 pertandingan, sekitar 380 di antaranya dicurigai merupakan laga di kompetisi Eropa, sementara 300 lainnya teridentifikasi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Luar biasa !
Bukan cuma pemain yang diketahui terlibat. Wasit dan asosiasi sepakbola juga disebut menjadi bagian dari jaringan tersebut. Diklaim Put, tak sedikit pemain internasional terlibat dalam pengaturan pertandingan itu.
Demikian diungkapkan oleh pelatih tim nasional Burkina Faso, Paul Put. Di tahun 2005 karir sepakbola Put tercoreng karena dia terlibat pengaturan pertandingan saat masih memperkuat klub Lierse di Liga Belgia, di mana dia menjadi bagian dari sebuah jaringan yang bermarkas di China.
Pengaturan pertandingan akan selalu ada di sepakbola. Jika Anda melihat di cabang bersepeda, seperti Lance Armstrong, fokusnya hanya dia yang memakai obar-obatan padahal semua memakai obat-obatan itu,” sahut Put.
Saat saya bermain sepakbola saya melihat banyak hal. Saya tak berpikir Anda bisa mengubahnya. Itu disayangkan tapi saya pikir di setiap olahraga Anda harus menghadapi kondisi seperti itu,” lanjutnya seperti diberitakan Reuters.
Anda harus melihat apa yang terjadi di sepakbola. Ada banyak pemain internasional yang terlibat dalam pengaturan pertandingan. Saya pikir kondisinya malah lebih parah dibanding masa lalu,” lanjutnya.
Pengakuan Mantan Pemain Timnas
Sebenarnya, “Skandal Senayan” jika dikaji lebih dalam adalah drama yang penuh intrik dengan alur plot yang sudah diatur sedemikian mungkin oleh profesional. Para bandar dan pengatur skor (match-fixer) dengan canggih memberi tawaran yang tak mungkin bisa ditolak oleh para pemain.
Declan Hill, dalam bukunya yang kontroversial The Fix: Soccer and Organize Crime, menyebut bahwa fixer yang hebat umumnya adalah manusia yang cerdas dan pandai membaca psikologi manusia. Kemampuan membaca psikologi ini dibutuhkan untuk memahami titik lemah pemain yang akan disuap. Sekali saja fixer bisa menemukan titik lemah itu (entah ekonomi, perempuan atau drugs), maka sukar bagi pemain untuk menghindar.
Declan Hill
Pada buku yang sama Hill juga menyebut bahwa banyak pemain yang kena suap fixer umumnya adalah pemain yang banyak berusia di atas 26 tahun (usia di mana pemain banyak yang sudah menikah) dan dari situlah daftar kebutuhan hidup keluarga pun meningkat. Inilah yang disebut sebagai titik lemah ekonomi dan mayoritas alasan yang melatar belakangi lunturnya semangat fair play dalam sepak bola.
Kepada harian Pikiran Rakyat tahun 2006, salah seorang pelaku skandal Senayan 1962, Wowo Sunaryo, mengakui hal itu. Baginya, skandal Senayan 1962 sangat lekat kaitannya dengan faktor ekonomi. “Honor memperkuat tim Indonesia saat itu hanya cukup untuk biaya perjalanan Bandung-Jakarta. Kalau ada sisa, hanya bisa untuk membeli dua telur atau sabun. Keluarga sering ditinggalkan. Mereka juga butuh makan. Karena keadaan ekonomi, kami terpaksa melakukan itu,” ujar pemain yang menjadi goal-getter andalan Toni Pogacnik ini.
Wowo yang total mencetak 23 gol dalam tur Eropa dan Asian Games 1958 (saat itu Indonesia meraih posisi ketiga) menceritakan bagaimana fixer bekerja mengatur dirinya. Pada suatu sore di rumah kontrakannya di daerah Mayestik, Jakarta Selatan, muncul seorang tamu, lelaki Cina, berusia sekitar 50 tahun, penghubung kaum penjudi, yang meminta ia “bermain” dalam pertandingan melawan Yugoslavia.
Seperti digoda setan, saya terperangkap. Saya terpaksa menerimanya karena kondisi keluarga,” kata Wowo seperti dilaporkan majalah Tempo edisi 14 Juli 1979.
Memang selalu ada alasan bagi pemain yang bersedia menjadi bagian dari sindikat pengaturan skor. Dan di masa itu, suap bukanlah barang aneh. Raden Ading Affandi, jurnalis yang pernah menjadi pengurus Persib, mengakui bahwa klub-klub di Indonesia saat itu sudah jamak menerima surat gelap yang melaporkan para pemain yang disuap.
Lain Wowo, lain pula Rukma Sudjana. Rukma adalah kapten timnas kala itu, menerima ban kapten dari pemain Persib lainnya, Aang Witarsa. Dia salah satu pemain kunci dalam skema rancangan Pogacnik, baik saat memperkuat Indonesia di Olimpiade 1956 maupun sesudahnya. Posisinya juga vital, sebagai center-half, gelandang tengah, atau poros-halang dalam skema WM.
Saat penulis menemuinya belum lama ini, ia menuturkan pola pendekatan para “Bandar” sama seperti yang pernah saya tulis dalam artikel sebelumnya. Ia menceritakan, terkadang para bandar ini selalu datang ke mess PSSI di Jalan Mendayung, Senayan, sambil membawa barang bawaan. “Kadang-kadang buah, kadang-kadang pakaian atau barang, pemain menerimanya begitu saja karena tak tahu apa-apa,” katanya.
Lewat pengakuan Rukma pulalah terkuak bahwa di masa itu, sudah jamak pemain ikut bertaruh judi toto. Judi toto yang dimulai pada 1950an ini memang sangat mempengaruhi mentalitas pemain di masa itu. Bisa dibayangkan apa jadinya jika seorang kiper ikut bertaruh judi toto.
Kepada penulis, Rukma mengakui bahwa para tauke (bandar) ini pun kerap mengatur kemenangan-kemenangan timnas. Terkandang mereka meminta para pemain untuk menang besar atau kecil. Dalam kenyataanya, Tauke tak selalu meminta tim yang dimainkannya kalah. Seri atau menang pun tak apa, asal hasinya mampu menguntungkan mereka.
Seperti kasus Ramang saat Persebaya vs PSM Makassar di tahun 1961. PSM yang semula unggul 3-1 dan sebenarnya mampu mencetak gol lebih banyak lagi, malah tumpul di babak kedua dan kemasukan 2 gol, sehingga skor menjadi 3-3.
Sama halnya pengakuan Wowo, Rukma juga mengakui bahwa godaan terbesar yang membuat pemain era itu mudah terjebak pengaturan skor adalah penghasilan sebagai pemain yang masih sangat minim di masa itu. Jika Wowo mengumpamakan penghasilan di timnas itu hanya sebesar ongkos Bandung-Jakarta pulang pergi, Rukma malah menyebut “hanya cukup untuk membeli semangkuk bakso”.
Ketika itu PSSI memberikan Rp 25/hari bagi setiap pemain (itupun ketika dipanggil saja). Angka itu memang tidak seberapa jika menengok angka yang disodorkan oleh para bandar judi dan pengatur skor. Seperti dilaporkan Tempo, uang yang disodorkan bandar untuk laga melawan Yugoslavia Selection yang berkesudahan 2-3 (laga ini oleh pengadilan disebut sebagai salah satu laga yang diatur) masing-masing pihak pemain yang terlibat mendapatkan uang sebesar Rp. 25.000.
Itu jelas angka yang luar biasa. Tidak usah dibandingkan dengan uang saku Rp 25 per hari yang diterima pemain, bandingkan saja dengan gaji pegawai saat itu. Jika membaca Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1962, tertulis bahwa gaji tertinggi pegawai negeri adalah 4 ribu rupiah. Jadi, dalam satu laga saja, pemain bisa menerima 6 kali gaji pegawai negeri dari pangkat yang paling tinggi sekalipun.
Rukma juga menjelaskan bagaimana pola hubungan antara pemain dan para pengatur skor. Menurutnya, hubungan dengan para bandar bisa dilakukan dengan berbagai jalan, di antaranya: berhubungan langsung dengan pemain, memakai perantara makelar, atau menggunakan pemain senior yang sudah makan asam garam memakan uang haram guna membujuk para pemain yang lebih muda untuk ikut terlibat.
Menilik pengakuan Rukma itu, maka benarlah yang dikatakan Declan Hill dalam bukunya The Fix: Soccer and Organize Crime. Hill juga mengatakan hal yang kurang lebih sama. Jika Rukma menggunakan istilah “makelar” untuk para perantara, Eropa mengenalnya dengan istilah “fixer”.
Rukma sendiri menyangkal jika dianggap setiap pertandingan di era itu sudah diatur oleh mafia pengaturan skor. Dengan meyakinkan, Rukma mengatakan: “Kita memang pernah main dengan bandar, tapi kita main untuk bisa menang.
Terkait Skandal Senayan 1962, Rukma mengatakan bahwa dia dan rekan-rekannya yang kena skorsing sangat kecewa dan merasa ditumbalkan oleh pengurus PSSI. “Kenapa pemain yang hanya diselidiki, harusnya orang-orang di lingkaran luar baik itu pengurus PSSI maupun bandar dan petaruh juga diselidiki,” keluhnya.
Keluhan Rukma ini menegaskan sekali lagi bahwa memang bukan PSSI yang memeriksa dan membongkar kasusnya. Skandal Senayan 1962 ini dibongkar lewat penyelidikan yang dilakukan oleh KOGOR yang didominasi oleh orang-orang militer, bukan PSSI. Salah satu tokoh KOGOR adalah Maulwi Saelan, kiper Timnas Indonesia abad pertengahan yang juga menjadi pelapor Skandal Senayan ini.
Toh, karier Rukma dan 9 pemain yang diskorsing seumur hidup itu tidak habis. KOGOR Pusat akhirnya membebaskan para pemain yang terlibat “Skandal Senayan” itu dengan beberapa syarat, antara lain mengakui secara tertulis kesalahan yang diperbuat terhadap negara dan janji tidak akan melakukan perbuatan yang sama. Rukma dkk. juga harus menjalani masa percobaan Juni sampai Desember 1963. Pengurangan hukuman itu jelas terkait persiapan timnas menghadapi Ganefo, pesta olahraga negara-negara kiri yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno.
Ganefo, Alasan di Balik Pengurangan Sanksi
Skorsing seumur hidup terhadap Ramang dan Noorsalam dari PSM serta 3 pemain PSIM di tahun 1961 juga akhirnya dikurangi. Skorsing seumur hidup terhadap Rukma dan 9 rekannya di Skandal Senayan 1962 juga akhirnya direvisi. Tapi setidaknya, di masa lalu, mafia pengaturan skor pernah diselidiki dan berhasil dibuktikan dan bukan sekadar omong-omong serupa gosip seperti di zaman sekarang. Salah satunya lewat pengakuan pemain yang terlibat.
Penutup
Ratusan laga di seluruh dunia dicurigai terlibat dalam skandal pengaturan skor yang di organisir oleh bandar judi asal Singapura. Apakah anda sadar dengan kata-kata barusan ? dari Singapura, negara tetangga kita yang jaraknya tak lebih dari setengah jam dari Batam menggunakan speed boat.
Liga Champions saja berhasil disusupi, apalagi Liga Indonesia yang setengah amatir ini ? anda jangan tertipu dengan statement awam bahwa bandar judi besar hanya tertarik pada laga-laga besar. Opini itu salah besar ! Justru mereka sangat tertarik menggarap partai-partai kecil. Alasannya simpel, liga milik negara yang belum teratur lebih mudah disusupi dan calon penerima suap lebih mudah menerima deal dengan alasan standar gaji yang masih minim. Hukumannya pun manim dan lebih-lebih pencegahannya tak terlihat sama sekali.
Tak heran, bahkan laga Divisi Satu Liga Indonesia yang tak kita perhatikan justru menjadi sasaran empuk para cukong-cukong bola. Kurang seriusnya PSSI dalam mengantisipasi suap (padahal sudah mendarah daging dan menjadi rahasia umum), profesionalisme yang tanggung, kepengurusan yang amburadul, banyaknya kepentingan diluar sepak bola sampai pada rendahnya standar gaji bisa menjadi alasan yang tepat menggambarkan betapa sebenarnya Indonesia menjadi lahan subur untuk suap.
Berkaca saja dalam kasus suap “Skandal Senayan”. Rp 25/hari bagi setiap pemain ketika dipanggil jelas menjadi angka yang miris sebenarnya jika dibandingkan tugas mereka yang membawa panji merah-putih. Tapi, jika hendak dibandingkan, gaji pegawai negeri saat itu paling rendah adalah Rp 300 per bulan. Jadi, dalam 12 hari saja pemain sudah menerima uang saku sebesar gaji paling rendah pegawai negeri saat itu.
Uang saku Rp 25 per hari itu memang tidak bisa dikatakan besar, tapi tentu berlebihan jika dibilang hanya cukup untuk membeli semangkuk bakso seperti yang dikeluhkan Wowo. Apalagi semua dari pengakuan tersebut, para pemain Timnas tidak jarang ikut terlibat dalam judi Toto. Bukankah itu ironi ketika mengatakan uang saku pemain begitu tipis namun di sisi lain tetap ketagihan berjudi ? Saya bukannya mau menuduh pemain yang maruk akan uang. Urusannya bukan lagi kesana, tapi muaranya adalah PSSI yang tidak pernah serius untuk menindak tegas dan mencegah suap yang terjadi berulang.
Bahwa semua penyelidikan dan skorsing Skandal Senayan itu dilakukan oleh klub dan KOGOR, bukan oleh PSSI, menegaskan bukti bahwa sejak dulu PSSI memang mandul dalam soal aib yang satu ini.
Silahkan jika teman-teman berkenan untuk melakukan analisa sesuai topik ini di form komentar. Terima kasih sudah mampir untu membaca.
Referensi : wikipedia, detik

Juara Eropa yang Terlupakan

Ini Liga Champions, kejuaraan dengan status tertinggi di Eropa sebagai benua pusat peredaran sepak bola dunia. Adalah perkara yang teramat sulit untuk meraihnya karena seluruh tim terbaik domestik berkumpul dalam satu kompetisi.
Coba sebutkan 5 juara Liga Champions lima musim terakhir ? Inter, Barcelona, Chelsea, Bayern Munich dan Real Madrid. Adakah di kelima daftar itu klub semenjana ? tentu tidak. Tapi kita harus membuka mata kita dan melihat kebelakang dalam sejarah bahwa pernah ada tim tak terduga yang mampu memenangi kompetisi sepak bola paling ketat sejagat ini. Tidak hanya satu atau lima, lebih bahkan walau hanya lima yang akan saya tulis.
Kelima daftar ini menakjubkan, seakan saya ingin melihat secara langsung bagaimana proses mereka menjadi juara.
Nottingham Forest
The Winning Team Nottingham Forest
Dimanapun anda menemukan artikel sejenis, nama Forest pasti ada disana. Klub ini sekarang hanya bermain di kompetisi kasta kedua Liga Inggris. Tapi dulunya Forest pernah meraih puncak kejayaan tertinggi dimana bahkan tim terkuat saat ini sekalipun bermimpi untuk bisa melakukannya. Adalah di musim 1979 dan 1980, di bawah asuhan pelatih brilian nan nyeleneh, Brain Clough, mereka sukses menggondol trofi si kuping besar secara beruntun. Jika anda pernah mendengar nama Peter Shilton dan Martin O’Neill, merekalah salah satu legenda milik Forest.
Sayangnya kini Forest sudah terlupakan ditelan oleh jaman. Jangankan untuk bermain di Liga Champions, kembali mencicipi Premier League saja jadi perkara sulit. Terakhir kali mereka tampil di liga utama pada 1999 atau 15 tahun lalu. Runtuhnya kejayaan The Reds terjadi pada tahun 1993 ketika akhirnya mereka terdegradasi dari Premier League disertai dengan mundurnya Clough setelah 18 tahun mengabdi. Sang pelatih pun pergi bersama dengan kejayaan yang tak jua kembali.
Aston Villa
Aston Villa : Juara Eropa 1982
Inggris kembali menyumbang wakilnya. Kali ini ada cerita klub asal kota Birmingham-Aston Villa. Mungkin beberapa pembaca tidak ada yang menduga melihat status Villa sebagai pejuang papan tengah Liga Inggris yang tak pernah berubah. Tapi cerita indah di Liga Champions pernah disumbangkan klub favorit pangeran Charles ini untuk negaranya, tepatnya tahun 1982 atau persis 2 tahun selepas Nottingham Forest menjadi juara. Gol tunggal seorang pria yang pasti kita kenal, Peter Withe (mantan pelatih timnas) menyegel kemenangan Villa atas raksasa Jerman Bayern Munich dalam laga di Stadion De Kuip-Rotterdam.
Apa yang terjadi pada Villa selanjutnya tidak jauh beda dengan Forest, meski beruntung tidak sampai membuat mereka terdegradasi. Setahun setelahnya Villa gagal mempertahankan gelar, mereka hanya mampu menebus perempatfinal sebelum dikandaskan Juventus. Sejak saat itu, UEFA tidak pernah lagi mencatat nama klub ini sebagai peserta Liga Champions sampai detik ini. Tidak salah jika generasi diatas 90-an sudah melupakannya.
Feyenoord Rotterdam
Feyenoord Rotterdam, Menjadi yang Pertama dari Belanda
Inilah klub tersukses ketiga dari Belanda namun sudah begitu lama terlupakan bahkan untuk level lokal sekalipun. Generasi sedekade terakhir mungkin sudah tidak ingat jika Feyenoord adalah mantan juara Erendivisie tahun 1999. Dan sampai sekarang-pun hanya sesekali namanya muncul dipermukaan. Begitu sulit untuk bersaing di liga lokal apalagi bermimpi berprestasi di Eropa. Tetapi mereka memang pernah melakukannya, bahkan lebih dulu dari raja Belanda Ajax Amsterdam atau yang pertama dari negara kincir angin tersebut.
Kemenangan fantastis atas Celtic 2-1 dalam final 1970 di San Siro-Milan seakan menjadi mimpi yang mustahil diulangi. Seingat saya hanya gelar juara UEFA tahun 2001 sebagai pengingat bahwa Feyenoord masih eksis di Eropa. Bagaimana dengan Liga Champions ? tercatat 2003 adalah tahun terakhir mereka berpartisipasi, itupun hanya sampai di babak pertama.
Steaua Bucaresti
Steaua Bucaresti, Juara Eropa yang Tak Terduga
25 kali juara liga domestik dan inilah tim tersukses tapi hanya berasal dari Romania. Pernah mendengar namanya ? jika anda aktivis sepak bola anda pasti tahu walau tidak banyak. Begitupun saya. Saya baru tahu Steaua termasuk dalam catatan emas kelompok 22 tim eropa yang mampu memenangi supremasi tertinggi raja sepak bola Eropa ketika Porto juara dan tertarik untuk melihat tim-tim “kasat mata”  lain yang mampu tampil sebagai juara Eropa.
Keikutsertaan mereka di Liga Champions tidak bisa dibilang senin-kamis (jarang), tapi jujur saja pantas jika mereka dianggap tidak lebih dari sekedar pelengkap kuota. Jangankan untuk juara, menembus babak 16 besar saja adalah sebuah keajaiban. Tapi toh anda harus tahu bahwa sejarah mengatakan mereka memang pernah mengangkat trophy Big Ear. Penampilan gemilang bintang terbaiknya Victor Piturca sepanjang turnamen serta satu nama yang tak terlupakan, Helmut Duckadam. Seorang kiper yang mampu menepis empat algojo pinalti sekaligus milik Barcelona tahun 1986 lalu di Estadio Ramon Sanchez Pizjuan Sevilla-Spanyol mengantarkan Steaua membawa pulang status raja ke Romania. Ya, 28 tahun yang lalu mereka mengalahkan Barcelona di final.
Red Star Belgrade
Generasi Emas Juara Eropa Red Star Belgrade
Apa yang ada dipikiran anda ketika mendengar nama klub ini ? raksasa Serbia ? Ultras ? atau Vacity Derby ? kecuali bagi penggemar sepak bola yang intens bahkan pilihan-pilihan saya itu kurang begitu familiar untuk kita. Sepintas saja mungkin pernah sesekali mendengar nama klub ini, itu karena peredarannya memang terbatas di lokal saja. Memang merekalah klub terbaik dan tersukses di Serbia (dulu Yugoslavia) dengan 26 gelar liga lokal, tapi tidak akan pernah menjadi unggulan untuk ukuran Eropa.
Musim 1991 mereka mampu menjadi tim Yugoslavia (negara Yugoslavia telah bubar) pertama dan terakhir yang mampu tampil sebagai juara Eropa. Dengan latar Stadion San Nicola-Bari, mereka sukses menghempaskan wakil Prancis Marseille. Tapi tidak ada yang menyangka, hanya setahun setelahnya menjadi keikutsertaan mereka yang terakhir di Liga Champions sampai artikel ini saya tulis. Dilupakan setelah 22 tahun ? wajar saja !
Penutup
Saya pikir 5 daftar cukup. Liga Champions adalah impian semua klub Eropa dan seluruh tim termasuk di negara kecil seklipun mempunyai hak untuk meraihnya asal syaratnya terpenuhi. Apa syaratnya ? tentu kemenangan dalam tiap pertandingan sampai partai puncak. Masih banyak tim Eropa yang lebih besar saat ini dari lima tim diatas yang belum pernah dan begitu bermimpi memenanginya. PSG, Man. City, AS Roma, Atletico, Galatasaray, Napoli dan masih banyak lainnya. Hanya 22 tim dari ribuan klub Eropa yang mampu melakukannya.
Mimpi tertinggi di Eropa sebagai kiblat sepak bola dunia dan lima tim tak terduga ini mampu menaklukannya. Well, inilah sepak bola yang harus anda ketahui untuk lebih mengaguminya.
Semoga bermanfaat.
Silahkan jika teman-teman berkenan untuk melakukan analisa sesuai topik ini di form komentar. Terima kasih sudah mampir untu membaca.
Referensi : goal.com, viva bola, wikipedia, uefa.com