Senin, 19 Januari 2015

Sejarah Skinhead


Dunia Pada thn 50an dan 60an, terdapat sekumpulan remaja ‘British’ Working Class yg digelar
MOD. Mereka mempunyai imej tersendiri yaitu berambut pendek & mereka lebih ke
hala kehidupan & keseronokan.Mod juga cenderung ke arah fesyen dan terdapat sebuah
lagu yg berkaitan dgn MOD yaitu "DEDISATE FOLLOWER FASHION" nyanyian
KINKS. Pada akhir 60an golongan yg bergelar diri mereka Skinheads mengubah haluan
mereka daripada MOD & mereka berubah menjadi Working Class secara total
(buruh).Mereka mencukur rambut dan memakai steel-toe.Tujuannya adalah utk
keselamatan & berjaga-jaga. Golongan Skinheads adalah terdiri drp buruh
& mereka dianggap sebagai golongan kurang bijak oleh media.Aktiviti harian
Skinheads selepas bekerja ialah berkunjung ke pub / dewan harian yg mayoritasnya
terdiri dari pada pendatang Jamaica. Di sini mereka berkumpul dan bersembang
sambil melayan Ska. Terdapat dua benda yg amat digemari Skinheads yaitu sepak bola dan bir. Golongan awal Skinheads ialah bukan golongan rasis.Permusuhan kaum hanya terjadi jikalau terjadi persaingan.Contohnya persaingan kerja dgn pendatang asing Pakistan (HAMMERSKIN). Tetapi bagi yg tidak terlibat, mereka masihmenikmati hidangan masakan india / pakistan seperti kari.Terdapat satu istilah yaitu Trojen Skin. Hanya satu gelaran bagi original Skinheads. Skinheads mula merosot apabila ramai yg mula menyimpan rambut dan berumah tangga MOD-MODERNIST = Remaja Working Class di England pada thn 50an dan
60an.Kebanyakan mereka terdiri drp golongan antara sekolah dan bekerja.


Fesyen dan Identitas (Hippies)

Dalam masyarakat modern, semua
manusia adalah performer. Setiap orang diminta untuk bisa memainkan dan
mengontrol peranan mereka sendiri. Gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam
asesoris yang menempel, selera musik, atau pilihan-pilihan kegiatan yang
dilakukan, adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Kita
bisa memilih tipe-tipe kepribadian yang kita inginkan lewat contoh-contoh
kepribadian yang banyak beredar di sekitar bintang—bintang film,bintang iklan,penyanyi,model, bermacam-macam tipe kelompok yang ada—atau kita bisa menciptakan sendiri gaya kepribadian yang unik, yang berbeda, bahkan jika perlu yang belum pernah digunakan oleh orang lain.
Anthony Synott (1993) berhasil memberikan penjelasan yang bagus tentang rambut. Dalam beberapa hal, rambut tidak sekedar berarti simbol seks penanda laki-laki dan perempuan. Ia juga simbol gerakan politik kebudayaan tertentu. Menurutnya, model rambut yang berbeda menandakan model ideologi yang berbeda pula. Tahun 50-an yang membawa iklim pertumbuhan dan kemakmuran di Amerika ikut menghembuskan kebebasan ekspresi individual baru termasuk jenis model rambut baru. Model rambut yang dibentuk menyerupai ekor bebek menjadi sangat populer saat itu.
Tokoh-tokoh utama jenis rambut ini adalah Elvis Presley dan Tony Curtis. Setelah itu berlangsunglah era model rambut beatnik look yang dipelopori oleh James Dean dan Marlon Brando.
Rambut Panjang vs Rambut Pendek
The Hippies yang populer pada tahun 60-an, tidak hanya dikenal berkat gerakan-gerakan protesnya menentang norma-norma seksual yang puritan, etika protestan, gerakan-gerakan mahasiswa menentang perang, anti senjata nuklir,anti masyarakat yang fasis, militeris, birokratis, tidak manusiawi dan tidak
natural, tetapi juga mendunia lewat simbol-simbol yang dikenakannya. Kalung manik-manik, celana jins, kaftan—jubah longgar sepanjang betis—yang pada awalnya merupakan pakaian tradisional Turki, sandal, jaket dan mantel yang dijahit dan disulam sendiri, untuk membedakan mereka dengan golongan orang-orang yang memakai setelan resmi dan berdasi. Kaftan banyak digunakan sebagai pakaian khas orang-orang hippies karena jenis pakaian ini biasanya berharga murah, sehingga tidak berkesan borjuis, dan membebaskan pemakainya dari kungkungan kerah, kancing dan ikat pinggang yang ketat. Dan simbol yang paling mencolok adalah rambut mereka yang panjang dan lurus. Rambut-rambut yang natural, tanpa cat, tanpa alat pengeriting, tanpa dihiasi dengan pernik-pernik apapun, tanpa wig. Kaum laki-laki hippies juga memelihara rambut panjang, lengkap dengan janggut dan kumis yang dibiarkan tumbuh lebat tanpa dipotong. Ini yang membedakan mereka dari golongan orang tua mereka. Sepuluh tahun kemudian gaya hippies yang pada awalnya tumbuh untuk menentang kemapanan ini mendapat serangan dari golongan The Skinheads.
Sama halnya dengan kaum hippies, orang-orang skinheads juga menentang kemapanan meskipun dengan alasan yang berbeda. Awalnya, skinheads adalah term slang untuk menunjuk pada orang-orang yang botak dan gundul. Kaum skinheads biasanya berasal dari kelas pekerja. Skinheads khususnya ditujukan untuk menentang golongan mahasiswa kelas menengah yang berambut panjang, orang-orang Asia dan kaum gay. Skinheads membenci orang-orang hippies, khususnya kaum laki-laki hippies. Mereka sering mengolok-olok kaum laki-laki hippies sebagai orang yang keperempuan-perempuanan dan aneh: dengan dandanan rambut panjang, pakaian bermotif bunga-bunga, manik-manik, dan sandal, sering membagi-bagikan bunga kepada polisi saat demonstrasi, pasif, malas, dan lemah. Pada awal kemunculannya di tahun 1968 dan 1969 sampai tahun 1970-an awal, skinheads biasanya memakai celana jins pudar yang digulung sampai di atas pergelangan kaki, sepatu militer jenis boover boots atau sepatu boot kulit merek Dr. Marten, t-shirt yang memamerkan slogan afiliasi gerakan politik atau organisasi sepak bola tertentu, jaket yang bertuliskan ‘skins’ di belakangnya, dan rambut yang dicukur sangat pendek. Beberapa orang skinheads yang mengenakan sepatu boover boot memang pernah bergabung dengan kesatuan militer, sementara beberapa pemakai yang lain memakainya dengan alasan supaya bisa menendang lebih kuat. Dengan ciri sepatu jenis inilah maka mereka juga mendapat julukan boover boys. Perempuan skinheads juga mengenakan dandanan yang sama, hanya saja biasanya mereka menyisakan sedikit kuncir rambut di bagian belakang dan samping.
Pada tahun 1975 muncullah kaum punk. Penampilan kaum punk ini seringkali dikacaukan dengan kaum skinheads. Term punk sendiri adalah bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak. Sama seperti para pendahulunya, kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti-fashion, dengan semangat dan
etos kerja ‘semuanya dikerjakan sendiri’ (do-it-yourself) yang tinggi. Ciri khas dari punk adalah celana jins sobek-sobek, peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau dikenakan di telinga, pipi, asesoris lain seperti swastika, salib, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut yang dibentuk menyerupai paku-paku berduri adalah model rambut standar kaum punk. Sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukuran di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi atau sekumpulan kerucut, hanya dipakai oleh sedikit penganut punk. Kadang-kadang mereka mengecat rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu, dan oranye.
Fesyen dan Kesenangan
Gaya casuals dipelopori oleh kelompok anak muda kalangan atas yang mempunyai tingkat pekerjaan dan pendidikan lebih tinggi sebagai lawan dari kalangan skinheads yang biasanya berada dalam posisi sosial kurang menguntungkan. Mereka biasanya mengenakan setelan pakaian santai atau pakaian sports yang bermerk
mahal. Basis pakaian para perempuannya adalah pakaian laki-laki seperti cardigans atau celana pantalon.
Suatu jenis gaya atau kelompok yang juga memainkan peranan penting dalam kebudayaan anak-anak muda adalah rockers. Kelompok rockers ini biasanya dijuluki juga sebagai leather boys karena ciri khasnya memakai jaket kulit, celana jins ketat, rambut panjang, asesoris serba metal, pemuja fanatik musik rock, dan di awal kemunculannya kerap diidentikkan dengan sepeda motor besar. Penampilan mereka yang tampak liar dan keras ini tentu saja secara substansial sangat berbeda dengan penampilan para teddy boy yang sangat dandy danflamboyan: sepatu kulit mengkilap serta jas dan blazer yang rapi.
Semua hal yang telah dipertontonkan lewat tubuh: gaya pakaian, gaya rambut, serta asesoris pelengkapnya, lebih dari sekedar demonstrasi penampilan, melainkan demonstrasi ideologi. Sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa globalisasi berperanan besar dalam penyebaran gaya ke seluruh dunia meskipun tidak dalam waktu yang bersamaan. Globalisasi beserta seluruh perangkat penyebarannya, televisi, majalah, dan bentuk-bentuk media massa yang lain, juga menyebabkan peniruan gaya yang sama, tetapi dengan kesadaran yang sama sekali berbeda dengan konteks sejarah awalnya. Jadi, para anak muda yang mengenakan dandanan serba punk di Indonesia ini sangat mungkin diilhami oleh sesuatu yang sangat berbeda dengan generasi punk pendahulu mereka di negara asalnya. Sampai tahap ini, kita bisa melihat adanya hubungan yang kompleks antara tubuh,
fesyen, gaya dan penampilan, serta identitas kepribadian yang ingin dikukuhkan oleh seseorang. Pembentukan identitas bukan persoalan sederhana. Ia tidak pernah bergerak secara otonom atau berjalan atas inisiatif diri sendiri, tapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang beroperasi bersama-sama. Faktor-faktor tersebut bisa diidentifikasi sebagai kreativitas, bahwa semua orang diwajibkan untuk kreatif supaya tampak berbeda dan dianggap berbeda pula.
Kemudian ada faktor pengaruh ideologi kelompok dan tekanan teman sepermainan sebaya. Di sini, persoalan merek sepatu atau jenis pakaian bisa jadi persoalan besar karena ikut menentukan apakah seseorang dianggap memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam kelompok tertentu atau tidak. Faktor-faktor lainnya adalah status sosial, bombardir iklan-iklan media, serta unsur kesenangan (pleasure dan fun). Unsur kesenangan ini bisa dipakai untuk menjelaskan dan memahami kelompok anak muda yang mengadopsi, mengkonsumsi atau mencampurkan berbagai macam gaya dengan tanpa referensi jelas terhadap makna asalnya. Gaya menjadi kolase-kolase. Hanya penampilan semata. Hanya fashion. Tetapi hal ini tidak berarti mereduksi gaya menjadi sesuatu yang tidak bermakna. Berakhirnya otentisitas bukan berarti kematian makna. Kolase, peniruan-peniruan, kombinasi,ambil sana-ambil sini, ikut membentuk lahirnya makna-makna baru.


S.H.A.R.P.
General Sejarah Skinhead … Sejarah Ringkas Kewujudan Skinheads Pada thn 50an dan 60an, terdapat sekumpulanremaja ‘British’ Working Class yg digelar MOD. Mereka mempunyai imej tersendiri iatu berambut pendek &; mereka lebih ke hala kehidupan &; keseronokan.Mod juga cenderung ke arah fesyen dan terdapat sebuah lagu yg berkaitan dgn MOD iatu "DEDISATE FOLLOWER FASHION" nyanyian KINKS. Pada akhir60an golongan yg bergelar diri mereka Skinheads mengubah haluan mereka daripada MOD &; mereka berubah menjadi Working Class secara total (buruh).Mereka mencukur rambut dan memakai steel-toe.Tujuannya adalah utk keselamatan &; berjaga-jaga. Golongan Skinheads adalah terdiri drp buruh &; merekadianggap sebagai golongan kurang bijak oleh media.Aktiviti harian Skinheads selepas bekerja ialah berkunjungke pub / dewan harian yg majoritinya terdiri daripada pendatang Jamaica. Di sini mereka berkumpul dan bersembang sambil melayan Ska. Terdapat dua benda yg amat digemari Skinheads iatu bola sepak dan beer. Golongan awal Skinheads ialah bukan golongan racist.Permusuhan kaum hanya terjadi jikalau terjadi persaingan.Contohnya persaingan kerja dgn pendatang asing Pakistan (HAMMERSKIN). Tetapi bagi yg tidak terlibat, mereka masih menikmati hidangan masakan india / pakistan seperti kari.Terdapat satu istilah iatu Trojen Skin. Hanya satu gelaran bagi original Skinheads. Skinheads mula merosot apabila ramai yg mula menyimpan rambut dan berumah tangga. MOD-MODERNIST = Remaja Working Class di England pada thn 50an dan 60an.Kebanyakan mereka terdiri drp golongan antara sekolah dan bekerja. INDEPENDENT SKINHEADS = Sebenarnya golongan ini adalah terdiri daripada Traditions Skinheads.(SkinTrads) S.H.A.R.P = Pada hujung 80an, Rody Mareno dan rekan-rekannya telah memperkenalkan S.H.A.R.P(Skinheads Againt Racial Prejudice) di New York. Objektif mereka adalah untuk memberitahu umum maksud Skinheads yg sebenarnya dan memdedahkan kepada Boneheads siapa diri mereka sebenarnya dan coba membawa Nazi Skinheads ke arah landasan yg betul dalam Skinheads. BONEHEADS = Sebenarnya perkataan Boneheads ada satu sindiran (mungkin satu penghinaan) dan gelaran ini ditujukan kepada golongan Nazi Skinheads. Gelaran ini diberikan oleh golongan Skinheads yg bukan racist. Di barat biasanya berkait rapat dengan "White Power". WHITE POWER = White Power adalah berunsur perkauman. Hanya bermaksud kuasa orang putih dan Hanya menjadi pegangan Nazi Skinheads di barat. Sejak zaman dahulu lagi orang putih pernah mengatakan merekalah yg bertanggungjawab memadukan umat manusia.Ini secara tidak langsung merendah-rendahkan, memperlecehkan dan sekaligus menghina bangsa lain.Dari sini wujudlah pertikaian antara kaum. Perkataan Nazi Skinheads digunakan untuk melambangkan perkauman(racist). Sejajar dengan perjuangan parti Nazi yg amat megah dengan bangsa Aryan dan memusuhi bangsa Yahudi dll. Terdapat satu perkataan yg melambangkan White Power iatu "We must secure the existance of our people and future for while children". HAMMERSKIN = Satu lagi berunsur racist tetapi keadaan ini terjadi apabila mereka mula terasaterancam akibat persaingan dengan Pakistan. Sejarah skinhead malaysia.. Sejak tahun 1990 lagi budaya Skinheads telah dibawa masuk ke Malaysia. Namun pada masa itu golongan Skinheads adalah terlalu kecil. Pada tahun 1992 budaya Skinheads telah berkembang, ini kerana Singapura merupakan sumber maklumat tentang budaya Skinheads. Skinheads di Malaysia sering berulang alik dari Singapura ke Malaysia untuk mendapatkan maklumat tentang Skinheads. Pada mulanya golongan Punk Rock di Malaysia yg berperanan memperkembangkan budaya Skinheads. Ini adalah kerana pada masa itu masyarakat memandang serong tentang budaya Punk Rock. Cara Punk Rock berpakaian dan ada yang berambut Trojen itulah menjadi isu. Hasil dari tanggapan masyarakat tentang budaya Punk Rock, golongan Punk Rock telah mengubah cara hidup mereka dan cara berpakaian mereka lebih kemas. Mereka telah memilih cara hidup Skinheads kerana cara Skinheads berpakaian kemas dan muzik Oi!, Ska dapat diterima oleh golongan Punk Rock. Dengan membawa masuk kaset dari barat serta cara pakaian ala Skinheads, dan ini membuka mata golongan anak muda meniru budaya ini. Kemudian muncul beberapa band muzik yang memainkan muzik Oi!, Street Rock, Ska, Rocksteady, para peminat muzik Skinheads ini muncul dengan banyaknya. Pengaruh muzik yang dimainkan oleh The Business, The 4 Skins, CockSparer, Oi Polloi, Last Resort, The Skatalites, The Special, The Selecter telah menjadi ikutan band-band Skinheads di Indonesia. Skinheads merupakan satu budaya, tentang D.I.Y atau Major Label, itu terpulang kepada mereka sendiri sama menerimanya sebagai attitude atau tidak..

skinhead not bonehead

BELIA pasti sering ngeliat sekumpulan anak muda yang berkepala botak plontos, berjalan memakai sepatu boots dan berjaket dengan beberapa tempelan emblem. Mereka kerap dikenal dengan sebutan Skinheads. Apa sih sebenernya Skinhead itu? Fashion sajakah? Atau benar-benar gaya hidup? Mau tau penjelasannya mending kita simak penelusuran belia kali ini.

Awalnya, belia sempet mikir kalo Skinhead tuh berasal dari negeri Jerman. Kayaknya Skinhead nih influence pemikiran rasis yang dibentuk dalam gaya hidup dan tren anak muda pada zaman Hitler.

Apalagi setelah nonton film American History yang menceritakan kehidupan kaum Skinhead di Amerika sana. Dalam film tersebut seolah diceritakan bahwa Skinhead adalah sekelompok anak muda yang sangat membenci bangsa kulit hitam. Sekelompok anak muda yang digambarkan dengan kelakuan brutal, bengis, dan berbagai penyiksaan yang dilakukan terhadap bangsa kulit hitam.

Weitt, ternyata simpulan awal belia salah total! Hampir sajah belia mengubah perkembangan sejarah murni Skinhead. Skinhead yang belia anggap rasis tersebut ternyata bukan asli budaya Skinhead. Skinhead yang rasis tersebut hanya sekumpulan anak muda yang dimanfaatkan oleh sekumpulan pihak dan kepentingan tertentu.

Selidik punya selidik ternyata Skinhead merupakan subbudaya anak muda yang lahir di Inggris pada tahun 1960-an. budaya tersebut berasal dari perpaduan kehidupan pemuda Jamaika (rude boy) dan kaum Moods. Alhasil, karena mereka senang berkumpul dalam tempat nongkrong yang sama. "Dengan kebiasan nakal pemuda saat itu serta kesukaan yang sama terhadap musik ska dan musik berirama two tones. Akhirnya lahirlah musik Oi! Dan komunitas Skinhead," ucap Iyay, gitaris Sanfranskins.

Namun sejak mulai bermunculan kaum imigran di Inggris, seperti bangsa Pakistan, Cina, dan imigran Asia lainnya. Beberapa kaum Skinhead di Inggris memusuhi kaum imigran tersebut. Mungkin bila dilihat dalam film "Romper Stomper " pemicu kebencian kaum skinhead adalah karena para Imigran tersebut dianggap telah merebut lahan pekerjaan yang ada di Inggris.

Memasuki tahun 1960 akhir, sebenarnya konflik kaum Skinhead dengan para imigran tersebut masih dikatakan taraf biasa. Komunitas Skinhead tidak tergabung dalam gerakan politik rasial apa pun. Namun, ketika memasuki tahun 1970-an beberapa kaum Skinhead yang memusuhi kaum imigran tersebut mulai memasuki pergerakan nasionalis ekstrem, seperti National Front, British Movement, Rock Against Communism, dan Blood and Honour. Dalam image seperti inilah kemudian budaya kaum Skinhead mulai terkikis menjadi pergerakan politik berpakaian Skinhead.

Ups, jadi teringat percakapan belia bersama Iyay. Cukup panjang lebar juga Iyay bercerita mengenai perkembangan komunitas skinhead di Bandung sendiri, bahkan sampai masalah persoalan tali sepatu boots yang dianggap simbol rasis dalam Skinhead. "Skinhead itu sebenarnya bukan gerakan Neo-Nazi atau gerakan politik apa pun. Adapun pencitraan rasis. Itu hanya pemanfaatan penyebaran isme dalam pencinta musik Oi! Dan Skinhead," Ucap Iyay

Cukup menarik juga bukan? Ayo kita kembali menelisik sejarah Skinhead! Setelah cukup lama skinhead dicitrakan sebagai pergerakan politik rasis, akhirnya kira-kira pada tahun 1988 di Kota New York Marcus Pacheco beserta teman-temannya mendeklarasikan Skinhead Against Rasial Prajudice (S.H.A.R.P.) hal tersebut mewakili kaum Skinhead yang sudah mulai muak dengan rasisme dan pergerakan politik ekstrem dalam komunitas Skinhead. Kemudian pada tahun 1989 Roddy Moreno, personil The Oppressed berkunjung dan bertemu dengan anggota S.H.A.R.P., sepulangnya kembali ke Inggris. Ia mulai menyebarkan S.H.A.R.P. kepada komunitas Skinhead di Inggris.

Yah, seperti itulah perkembangan Skinhead yang mulai dikenal dengan kaum neo-nazi, akhirnya terselamatkan dengan asosiasi S.H.A.R.P. Sedikit cerita mengenai perkembangan Skinhead di Kota bandung sendiri. Perkembangan budaya tersebut menurut Juki, gitaris Renternir, menyebar tanpa terorganisasi secara sengaja dalam kehidupan anak muda saat ini. Pengetahuan anak muda Bandung sendiri mengenai Skinhead berawal dari media online (internet), yang kemudian mengalir dari pembicaraan mulut ke mulut dan menjadi salah satu perkumpulan subculture musik underground di Kota Bandung.

"Kami mah tetap menghargai roots dan budaya asli sendiri. Perkembangan Skinhead di tiap negara mungkin berbeda. Hal itu disesuaikan dengan budaya yang dimiliki negara masing-masing." **


CERITA SINGKAT Punk Indonesia

CERITA SINGKAT Punk Indonesia

Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V, Parklife hingga Death Goes To The Disco.

Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.

Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas- omunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South s** (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.

Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.

sejarah Oi!

Pertama orang mendengar Oi! pasti identik dengan Skinhead, sementara skinhead identik dengan rasisme. Jadi kesalahpahaman yang muncul, Oi! adalah musik rasis. Budaya ini mulai dengan masuknya imigran Jamaika ke Inggris. Cara berpakaian skinhead diadopsi dari Rude boys (ingat Ska) dan Mods, tapi dengan tampilan yang lebih Tough dan Rough. Skinhead yang sebenarnya tidak rasis, akan tetapi imej skinhead disalahgunakan oleh kaum kanan Neo-Nazi untuk menciptakan karakter yang keras. tetapi sesungguhnya bahwa skinhead bukanlah seorang yang rasis,dan perlu di ketahui bahwa image skinhead yang sesungguhnya memanglah keras bukan berarti rasisme

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Oi!

Oi! di Indonesia

Di Bandung sendiri, Oi! dimulai pertengahan 90-an diawali dengan Runtah. Ketika terjadi booming Ska di Indonesia, bermunculan banyak Skinhead, entah mereka hanya poseurs, trendy wankers ataupun a true SKINHEAD itselfs. Seiring dengan "mati"-nya tren ska karena dihantam secara dahsyat oleh major label, maka menghilang pulalah Skinhead. Tapi ingat, setiap hilangnya suatu tren bukan berarti hilang pula subkultur yang tercipta atau terbawa oleh trend tersebut. Walaupun sedikit, tapi Skinhead di Indonesia, di Bandung khususnya still going strong and getting bigger. Ada beberapa organisasi Skinhead di dunia yang masuk ke Indonesia. Antara lain adalah Red Anarchist Skinhead dan Skinhead Against Racial Prejudice. Bahkan Neo-Nazi Skinhead sendiri ada di negara kulit berwarna seperti Indonesia ini. Beberapa gelintir Skinhead Rasis ini terlihat di Bandung dan Jakarta. Di Yogyakarta para Skinhead umumnya sudah mengerti asal muasal Sub Kultur ini. Di Yogyakarta beberapa band skinhead memainkan ska selain Oi! dan Hardcore.
Sampai saat ini sudah banyak sekali band Oi! di Bandung, seperti Haircuts, Rentenir, Battle 98, The Real Enemy, Sanfranskins, One Voice, OppressionHead,Virgin Oi!,Wfc kids dan banyak lagi. Karena gelombang Skinhead Rasis yang mulai meresahkan maka beberapa skinhead non-rasis dan anti rasis dari beberapa band Oi! di bandung , membuat sebuah band bernama Combat 34 yang sangat anti rasis, nama band ini adalah ejekan untuk skinhead rasis di Jakarta yg menamakan diri COMBAT 18 Indonesia, lagu-lagu mereka bercerita tentang apa gunanya jadi rasis di Indonesia, ajakan berkelahi untuk para skinhead rasis, dan pastinya juga tentang sepak bola, perkelahian di jalan, dengan moto mereka "Sometimes Anti-Social but Always Anti-Racist". Band-band tadi sudah merilis beberapa kompilasi dan mini album di bawah naungan United Races Records. Skinhead di Bandung sering terlihat di workers store di gedung Miramar lantai dasar sebelah Palaguna. Sekarang Gd. Miramar ini sudah tidak ada, dan kita dapat menemui mereka di BS, SI, ANN, juga di P.I. (Pasar Induk: sebutan untuk Mal pertama di Bandung) yang berlokasi di belakang mal Bandung Indah Plaza.
Jangan lupakan kota pelajar, Yogyakarta, disini ada banyak band2 Oi!/streetpunk, mereka masing2 memiliki ciri yang berbeda antar bandnya, seperti Captain Oi!, Sardonic, Elang Bondol, Selokan Mataram, Bala Nusantara dan masih banyak lagi, selain banyak yang sudah bubar, beberapa band ini berada di bawah naungan Realino Records, Ruckson Music (milik salah satu personel Dom 65), Unite n Strong. skinhead di Yogyakarta dapat ditemui di daerah jalan Mataram dan depan circle K dekat Tugu jalan Diponegoro. Ada beberapa album baik full ataupun kompilasi yang telah beredar. Beberapa dari mereka mencoba membuat pakaian sendiri yang diadaptasi dari kaos-kaos polo fred perry.
Di Jakarta sendiri scene skinhead cukup berkembang dengan baik. Kita dapat menemui banyak skinhead di seputaran kota ini. Mulai dari Trad Skins, SHARP Skins, sampai yang Rasis pun ada. Band-band Oi! asal Jakarta antara lain adalah The End, Anti-Squad, Garuda Botak, the Gross dan lainnya.
Begitu pula di Denpasar Bali, komunitas skinhead begitu berkembang pesat, ini dibuktikan dengan munculnya beberapa Band Oi! seperti misalnya The Resistance, Paku 5, Metro Mini, Bootbois, The Stomper, The BOiS dan masih banyak lagi. Saat ini komunitas skinhead di Denpasar berpusat pada sebuah tempat di daerah seputaran Jalan Imam Bonjol yaitu sebuah warnet yang oleh pemiliknya diberi nama SKINET yang mempunyai arti SKINHEAD NETWORK, disinilah para komunitas skinhead di Bali berkumpul.

sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Oi!

Oi! berarti hello dalam aksen cockney di Inggris. Oi! musik bermula di akhir 70-an setelah kemunculan Punk Rock. Ketika gelombang pertama punk menyerang, band seperti Sham69, The Business, dan Cock Sparrer sudah bernyanyi tentang hidup di jalanan di saat Sex Pistols mencoba memulai "Anarchy In the Uk". Lalu reality punk atau street punk dimulai dengan Sham 69 dan Sparrer, seperti juga Slaughter and The Dogs juga Menace.
Oi! adalah musik untuk semua dan semua orang yang berjalan di jalanan kota dan melihat rendah pada kaum elit dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang bekerja sepanjang hari sebagai budak gaji dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang selalu merasa berbeda, juga dapat dihubungkan dengan Oi!. Musik Oi! tidak memandang perbedaan ras, warna, dan kepercayaan. "Oi! music is about having a laugh and having a say, plain and simple...."

sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Oi! 

8 Pesan Ibu Untuk Anak Lelakinya: Nikahilah Wanita Yang.....

 
8 Pesan Ibu Untuk Anak Lelakinya: Nikahilah Wanita Yang.....

Seorang ibu selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Saat sang anak sudah memasuki usia dewasa dan sudah waktunya menikah, ada banyak keinginan agar mereka menikah dengan orang yang tepat. Seorang ibu yang memiliki anak laki-laki pasti ingin agar anaknya menemukan wanita yang bisa memberi cinta dan perhatian sebaik dirinya, seperti ibu yang satu ini.

Meskipun ini untuk pria, kamu sebagai wanita juga bisa membacanya, sebagai bekal, menantu seperti apa sih yang diinginkan seorang ibu mertua. Inilah kualitas istri idaman bagi pria yang selalu menghormati ibunya.

Hai putra-putraku,

Inilah pesan ibu..

1. Menikahlah dengan seseorang yang kamu cintai sepenuh hatimu. Seseorang yang dapat membuatmu lebih baik, secara emosional, intelektual dan secara seksual. Seseorang yang yang kamu pilih tidak dapat mengubahmu, tapi dia bisa membantumu mengubah dirimu menjadi manusia yang lebih baik.

2. Menikahlah dengan wanita yang bisa menjadi sahabat baikmu. Carilah wanita yang bisa berbagi hal-hal paling kecil, hingga rencana terbesar dalam hidupmu. Menikahlah dengan wanita yang tidak pernah bosan bersamamu, bahkan hingga akhir hayatmu nanti.

3. Menikahlah di saat yang paling tepat untukmu, karena setiap manusia memiliki waktunya sendiri-sendiri. Jangan pernah menikah karena terpaksa atau apa kata orang. Menikahlah setelah kamu menemukan orang yang tepat.

4. Carilah seorang wanita yang bisa membagi impian yang sama denganmu, tetapi dia juga memiliki impian sendiri yang juga kamu dukung. Hormati dia dan dukung apa impiannya. Selalu utamakan kompromi, namun jangan biarkan impian pernikahan kalian tersesat.

5. Jika wanita ini lucu dan bisa membuatmu tertawa, pilihlah dia. Jangan nikahi wanita yang tidak serius dengan hidupnya, karena hidupmu juga akan kacau. Tapi nikahilah wanita yang mau tertawa dan bercanda denganmu, karena hidup kadang terlalu keras, kamu butuh teman untuk tertawa bersama.

6. Menikahkah dengan wanita yang memiliki hati tulus dan kebaikan hati. Wanita yang tidak takut mencintai dan dicintai. Seorang wanita yang bisa mandiri, tetapi juga menghormatimu. Dia tidak berjalan di depanmu atau di belakangmu, tetapi dia berjalan di sampingmu, menggandeng tanganmu, saling menopang dalam suka dan duka.

7. Carilah wanita yang bisa membawamu ke arah yang lebih baik. Hanya kamu yang bisa mengubah dirimu, tapi jika kamu memiliki pasangan yang tahu kemana harus berjalan, dia akan membantumu menjadi manusia yang lebih baik, tanpa harus berteriak padamu. Jika kamu menemukan wanita seperti ini, selalu ucapkan terima kasih padanya dan berikan dia cinta, setiap hari. Karena seorang istri adalah harta paling berharga untuk berbagi hidup denganmu.

8. Jika kamu sudah menemukannya, jadikanlah dirimu sebagai suami dan ayah terhebat. Ingat! Anak-anak tidak menuruti apa yang kamu katakan, tetapi meniru apa yang kamu lakukan.

Itulah keinginan ibu, semua yang terbaik untukmu. Dulu kamu masih begitu kecil, tapi sekarang sudah waktunya ibu melepasmu. Satu pesan ibu, selalu katakan pada istrimu bahwa "Wanita yang saya nikahi adalah wanita paling beruntung di dunia", katakan hal itu dan wujudkan. Maka percayalah, pernikahan dan cinta abadi tak hanya ada di dunia dongeng.

Ibu mencintai kalian, sebesar langit dan bumi.

Maknai setiap kata-kata dalam surat di atas. Jika kamu ingin mendapat suami yang terbaik, maka kamu harus terlebih dahulu menjadi orang yang terbaik untuk diri kamu sendiri. Semoga kamu bisa mendapat gambaran seperti apa tipe wanita yang paling didambakan pria.

Sejarah Skinhead dan Awal Mula Punk

Sejarah Skinhead dan Awal Mula Punk


Sejarah dan akar budaya Skinhead sebenarnya dirintis jauh di luar Inggris, tepatnya di Jamaika, sebuah negara pulau di laut Karibia. Satu hal yg sangat penting dan perlu diketahui bahwa perkembangan budaya Skinhead tidak bisa dipisahkan dari perkembangan musik ska, dan budaya orang - orang kulit hitam di Jamaika pada umumnya. Saat itu tgl 5 agustus 1962, saat Inggris memberi kemerdekaan pada Jamaika setelah selama 300 tahun dijajah oleh negara Ratu Elizabeth II itu. Berbarengan dengan perayaan kemerdekaan Jamaika itu muncul sebuah jenis musik baru yg disebut Ska. Ska sendiri sebenarnya sudah dirintis perkembangannya semenjak di era 50-an dulu, karena itu ada baiknya kita flashback ke era itu. Tahun 50-an adalah masa dimulainya era musik modern Jamaika, era itu dimulai dengan sebuah budaya yang sangat unik dan hanya ada di Jamaika sampai saat ini, yaitu era Sound System. Di namakan era sound system karena satu-satunya jalan bagi kalangan kelas bawah yang merupakan mayoritas di sana untuk mendengarkan musik saat itu adalah melalui sound system. Caranya adalah dengan memutar piringan hitam musik Jazz, Motown Soul dan RnB Amerika di seperangkat alat pemutar piringan hitam dan untuk pengeras suaranya dipakai seperangkat pengeras suara / sound system. Biasanya hal itu dilakukan di pesta - pesta yang digelar di jalanan, jadi benar-benar musik jalanan untuk kaum bawah yang haus hiburan tapi tidak bisa datang ke klub-klub malam yang mahal dan mewah atau pergi liburan ke tempat-tempat wisata seperti Miami, pokoknya benar-benar lower class entertainment. Tetapi bukan berarti permintaan akan LIVE musik tidak ada. Pada mulanya para musisi Jamaika hanya memainkan lagu-lagu Jazz dan RnB seperti Fat Domino, Louis Jordan dan Ray Charles, sampai akhirya mereka merasa perlu untuk membuat lagu sendiri dengan cara meniru gaya bermusik artis RnB di Amerika, terutama gaya bermusik Boogie Rock ala New Orleans. Namun pada kenyataannya para musisi seperti Laurel Aitken dan Skatalites gagal meniru gaya yang seperti itu, yang terjadi adalah mereka malah menciptakan gaya musik baru yg merupakan penggabungan dari musik Jazz dan RnB Amerika dengan musik traditional Jamaika yaitu Calypso dan Mento, dan hasilnya adalah sebuah formulasi musik yg dikenal sebagai ska. Era ska berlangsung dari tahun 1962 sampai tahun 1966 saat ska berubah temponya menjadi sedikit lebih lambat dan nge-Soul, tempo dan gaya ini disebut Rocksteady, nah…. Rocksteady inilah yg kemudian berevolusi lagi menjadi musik yg saat ini dikenal dunia sebagai Reggae. Satu hal yg sangat penting dari era ska di Jamaika yg erat hubungannya dgn sejarah budaya Skinhead adalah kemunculan para Rude boy. Para Rude boy ini adalah anak - anak muda yg terpikat dgn segala janji - janji muluk tentang kemakmuran setelah kemerdekaan Jamaika. Mereka berurbanisasi secara besar-besaran dari kota-kota seperti Negril dan Port Royal ke Kingston town, ibu kota Jamaika dgn harapan bisa mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Namun akibat dari skill dan pendidikan mereka yg rendah serta langkanya lapangan pekerjaan di Kingston membuat mereka menjadi pengangguran dan akhirnya terpaksa bertahan hidup dgn menjadi preman jalanan, sebagian besar bahkan terlibat dalam kejahatan terorganisasi. Mereka terpaksa tinggal di daerah-daerah kumuh seperti Orange Street dan Trench Town yang sarat dgn permasalahan sosial seperti perdagangan ganja dan perkelahian antar gank. Kehidupan keras inilah yg membuat mereka menjadi kasar dan tangguh (rough & tough), serta terbiasa dgn kekerasan dan kejahatan, dari sinilah muncul istilah “Rude boy” yg kira-kira artinya adalah “Preman Jalanan”. Rude boy itu tangguh seperti seekor singa dan kuat seperti baja, begitulah katanya Derrick Morgan dalam lagu Rougher than Rough….., mereka berkeliaran di jalan-jalan kota Kingston dengan pistol ataupun belati di balik setelan jasnya. Pandangan akan preman jalanan dan penjahat inilah yang menjadikan mereka sebagai kaum yg ditolak keberadaannya oleh masyarakat. Rude boy inilah para fans musik ska saat itu, hal ini mungkin dikarenakan ska yg musisinya berasal dari ghetto (daerah kumuh) sama seperti mereka, sehingga ska identik dgn pemberontakan dan diberi label musik kelas bawah. Hal lain yang sangat menonjol dari para Rude boy ini adalah gaya mereka yg cool, cara berpakaian mereka yg necis, rapih dan elegan. Setiap uang yang mereka hasilkan pastilah dihabiskan untuk membeli setelan jas, sepasang sepatu kulit warna hitam yang disemir mengkilat, topi pork pie dan kaca mata hitam, benar-benar sebuah anti tesis terhadap latar belakang mereka yang berasal dari kelas bawah yang miskin. Tahun 1966 berbarengan dgn berubahnya ska menjadi rocksteady dan keadaan ekonomi Jamaika yang semakin terpuruk, kekerasan dan kejahatan yg dilakukan para Rude boy semakin menjadi-jadi, hal ini semakin diperparah dgn adanya campur tangan dari para politisi yg memakai mereka sebagai body guard untuk menjalankan kepentingan politiknya. Akibatnya pertarungan antar gank Rude boy semakin sering terjadi, masing-masing mati-matian membela teritorial dan kepentingan politik tuannya, korban pun berjatuhan, Kingston pun menjadi medan perang. Opini publik pun langsung menghakimi para Rude boy dan meyerukan pelucutan senjata dan penangkapan para Rude boy secara besar-besaran. Akibatnya tak sedikit dari mereka yang dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan yang benar, dan yang lebih menyakitkan para politisi yang mereka bela sama sekali tidak membela mereka, bahkan malah memojokkan mereka. Para musisi ska yang mempunyai hubungan erat dgn para Rude boy segera merespon hal ini, mereka menciptakan lagu-lagu yang membela para Rude boy, namun sekaligus melakukan penyadaran terhadap mereka melalui lirik lagu mereka seperti 007 shanty town ( Desmond Dekker), Too hot (Prince Buster), Rougher than rough (Derrick morgan), Cry though ( Alton ellis), serta yg paling legendaris Rudy, a message to you (Dandy livingstone) yang kelak di populerkan kembali oleh The Specials. Keadaan Jamaika yang semakin morat marit membuat sebagian penduduknya berimigrasi ke Inggris, tentunya dgn harapan akan penghidupan yang lebih layak. Para imigran inilah yang membawa budaya kulit hitam Jamaika terutama musik Ska / Rocksteady / Reggae ke negeri berbendera Union Jack tersebut. Di antara mereka bahkan ada beberapa musisi kenamaan Jamaika seperti Laurel Aitken yang kelak di sebut-sebut sebagai The God Father of Ska dan Rico Rodrigues seorang pemain trombone yang pernah bergabung dgn band ska pertama di dunia, The Skatalites, dan tentunya beberapa Rude boy pun ikut dalam gelombang imigrasi ini, di sinilah mereka bertemu dgn budaya anak muda kulit putih Inggris yg menamakan dirinya Mods….,,
Anak-anak muda yang menamakan diri mereka Mods muncul di Inggris untuk pertama kalinya di akhir tahun 50-an. Nama budaya mereka yang merupakan singkatan dari “modernisme” diambil dari penolakan mereka atas Tradisional Jazz yang melanda Inggris beberapa saat sebelum era The Beatles. Mods pada awalnya adalah fans berat musik Modern Jazz seperti Dave Bruebeck, hal itu tidaklah berlangsung lama sampai akhirnya mereka jatuh cinta pada Black music dari Amerika seperti Northern Soul, RnB, dan tentunya musik Ska Jamaika. Budaya ini juga dikenal sebagai pihak yg membidani lahirnya “Garage band” yang paling berpengaruh di abad 20, yaitu The Who dan The Small Faces. Seperti halnya budaya anak muda lainnya Mods pun mempunyai cara berpakaian tersendiri, malahan hal itu adalah hal yang terpenting bagi mereka. Layaknya para Rude boy di Jamaika, para Mods ini berpakaian sangat rapih dan necis, setelan jas buatan Italia, sepasang sepatu brogues, parka (semacam mantel untuk berkendaraan) dan yang terpenting dari semuanya, Scooter (biasanya bermerek Lambretta). Mereka biasanya nongkrong di kafe-kafe atau coffee shop seputaran London, tentunya sambil mendengarkan Soul, RnB, dan Ska. Satu hal yang paling penting di ingat di sini bahwa Mods sangat-sangat mengejar Fesyen terutama merek-merek tertentu seperti kemeja Jaytex, hal itu karena ide dasar dari Mods adalah bagaimana caranya untuk terlihat lebih cool dan bergaya ketimbang orang-orang normal, bergaya seperti seorang pekerja mapan walaupun kenyataanya mereka masih sekolah. Pada awalnya anak-anak muda yang mengadopsi Mods sebagai identitas diri sangatlah sedikit, tapi memasuki tahun 1962 budaya ini semakin banyak pengikutnya, walaupun belum sampai pada taraf trend atau mewabah. Tapi dibalik penampilan mereka yang cenderung terlihat seperti kelas menengah, sebenarnya Mods adalah murni budaya kelas pekerja. Hal yang membuat para Mods berpenampilan seperti itu adalah karena budaya mereka sebenarnya merupakan sebuah kontra budaya terhadap Teddy Boys / greasers / rockers yang muncul beberapa dekade sebelumnya. Semua hal dari pakaian, musik yang didengarkan, kendaraan sampai cara berpikir Mods adalah kebalikan 180 derajat dari para rockers. Mods tampak necis dgn setelan jas buatan italianya, sedangkan Rockers tampil gahar dgn celana kulit dan jaket kulitnya, Mods mendengarkan Soul, RnB dan Ska, sedangkan Rockers mendengarkan Rock N’ Roll, Mods berkeliaran di jalan - jalan dgn scooter Lambrettanya, sedangkan Rockers dgn motor Harley Davidsonnya, dan masih segudang hal bertentangan lainnya. Pertentangan ini membuat mereka membenci satu sama lain, tak jarang hal itu mengakibatkan perkelahian di antara mereka, yang paling legendaris adalah perkelahian di Bank Holiday (semacam liburan musim panas) di tepi pantai Brighton tahun 1964. Hal itulah yang membentuk opini publik yang buruk terhadap mereka, layaknya Rude boy di Jamaika, Mods di anggap sebagai berandalan, kaum yang ditolak keberadaanya oleh masyarakat. Semenjak pasca PD II telah terjadi imigrasi penduduk Jamaika ke Inggris, hal ini terjadi gelombang demi gelombang dan mencapai puncaknya antara tahun 1964 – 1966. Para imigran kulit hitam ini tinggal di daerah-daerah tempat kelas pekerja Inggris tinggal, di sinilah terjadi interaksi budaya antara Mods dan anak2 muda imigran Jamaika. Fenomena Rude Boy yang terjadi di Jamaika ternyata dgn cepat menyebar di antara anak-anak muda imigran Jamaika kelahiran Inggris, ditambah datangnya beberapa orang Rude boy “asli” kingston di lingkungan mereka. Dengan cepat mereka mengadopsi cara berpakaian Rude boy di Kingston dan mendengarkan musik yang saat itu sedang hits di Jamaika seperti Prince Buster dan Alton Ellis. Gaya Rude boy ini segera saja mewabah pula dikalangan Mods, ketertarikan mereka terhadap musik Jamaika yang sudah ada semenjak awal perkembangan budaya ini pun menjadi semakin besar, bahkan Pork Pie Hat ala Prince Buster pun menjadi aksesoris wajib. Ska tiba-tiba saja menjadi musik utama para Mods, kepopuleran Prince Buster dikalangan Mods tiba-tiba saja mengalahkan artis - artis motown seperti Martha Reeves and The Vandelas ataupun Marvin Gaye. Dan yang terpenting kini mereka punya sekutu baru dalam melawan Rockers, para anak muda imigran kulit hitam asal Jamaika, ya…. Para “UK based Rude boy”. Di tahun 1967 budaya Mods semakin mewabah di Inggris, sampai-sampai lagu Prince Buster berjudul “Al Capone” mencapai nomor 18 di tangga lagu nasional Inggris, padahal hanya para Mods lah yang mendengarkannya. Mewabahnya Mods membuat budaya ini mulai kehilangan esensi dan pemikiran dasarnya. Mods yang pada awalnya adalah murni budaya kelas pekerja kini mulai tercemar dgn masuknya anak-anak kelas menengah bahkan kelas atas yang sebenarnya hanya tertarik dgn fashion Mods tanpa tahu dasar pemikiran budaya ini. Tiba-tiba saja Mods hanyalah tentang pakaian bagus dan mahal, bahkan seorang Mods yang tidak berpakaian seperti itu pasti akan ditertawakan dan tak akan di terima oleh Mods lainnya. Hal ini tentu saja tak masalah bagi mereka anak-anak kelas menengah yang orang tuanya kaya raya, tapi masalah besar bagi anak-anak kelas pekerja, bayangkan….. uang saku mereka hanyalah 10 pound perminggu, sedangkan harga pakaian yang “ dianggap” sebagai pakaian Mods yang benar saat itu adalah 15 pound….!!! Pada akhirnya apapun di dunia ini adalah tentang kelas, hal itu pulalah yang terjadi pada Mods. Pembagian pun segera terjadi, Mods kelas menengah di satu sisi, dan Mods kelas pekerja di sisi lainnya. Para Mods kelas pekerja ini menolak cara berpakaian mewah ala para Mods kelas menengah, terlebih lagi di antara anak-anak kelas menengah itu mulai berjangkit pola pikir “generasi Bunga / hippies”. Mods kelas pekerja ini tiba-tiba saja menjadi kontra budaya terhadap “Mods kelas menengah. Cara berpakaian mereka berubah menjadi lebih “Hard”. Setelan jas buatan Italia di gantikan dgn kemeja Ben Sherman, jaket Denim dan celana jeans Levi’s 501, dan yang cukup ekstrim : rambut klimis mereka di cukur semakin pendek (hampir botak) dan sepatu kulit yang mewah dan mengkilat digantikan dengan Boots yang biasa dipakai pekerja industri logam atau pekerja tambang. Cara berpikir dan tingkah laku mereka pun semakin jauh berbeda dgn “Mods tradisional”, anak-anak kelas pekerja ini lebih agresif, lebih suka melakukan kekerasan dan lebih provokatif terhadap musuhnya para Rockers, karenanya mereka mendapatkan julukan baru : Hard Mods. Pada akhir tahun 1968 para Mods Tradisional yang kebanyakan adalah anak kelas menengah masuk ke kuliah-kuliah seni, sebuah hal yang mustahil di dapat para Hard Mods. Hari-hari di kampus kuliah seni inilah yang membuat para Tradisional Mods ini akrab dgn Pop Art, musik Rock Kontemporer ala The Cream, dan yang paling esensial Pola Pikir Hippie yang semakin melekat di otak mereka dari hari ke hari, ya…. Mods kelas menengah berevolusi menjadi Hippies, dan menyerahkan jalan2 kosong di se-antero Inggris kepada sekelompok anak muda tangguh yang kelak dinamakan Skinhead.
Pada dasarnya Skinhead adalah gelombang baru dari budaya Mods yang sudah berkembang beberapa tahun sebelumnya. Pada awalnya mereka disebut sebagai Hard Mods, sebuah sebutan yang mengacu pada dandanan, tingkah laku dan pola pikir mereka yang lebih keras dari pada Tradisional Mods. Para Skinhead ini lebih terkesan berandalan dari para pendahulunya, mereka lebih sering melakukan kekerasan, sebuah perilaku alami dari anak-anak kelas pekerja yang tak puas dengan kenyataan hidupnya. Satu hal yang perlu diingat disini bahwa sebenarnya kemunculan para Skinhead ini adalah sebuah penolakan terhadap cara berpikir Mods yang saat itu mulai kehilangan esensinya (Sebagian besar para Mods saat itu menjadi Hippies). Mereka adalah orang-orang yang menolak cara berpakaian Tradisional Mods yang saat itu sangatlah mahal dan tidak bisa dibeli oleh anak-anak kelas pekerja seperti mereka.
Namun layaknya Mods, Skinhead pun sangat menghormati cara berpakaian yang necis dan rapih. Bedanya dengan Mods, ide dasar dari fashion Skinhead adalah bagaimana caranya agar terlihat rapih, necis, elegan, namun pada saat yang sama juga terlihat keras, gahar, dan berandalan. Hasilnya adalah sebuah dandanan yang benar-benar berbeda dengan para Mods, setelan jas mahal di tinggalkan, sebagai gantinya mereka memilih kaus kerah Fred Perry, kemeja Ben Sherman, Levi’s Staprest ataupun Levi’s Jeans 501, sebagai pelengkap adalah bretel untuk menahan celana agar tetap berada di atas pinggul, lalu jaket Harrington, jaket jeans atau Crombie (sejenis jas panjang). Sepatu dansa digantikan dengan Industrial Boots, sebelum akhirnya Boots bermerk Dr Martens keluar di pasaran, dan menjadi pilihan yang lebih populer. Potongan rambut pun semakin hari dicukur semakin pendek, dalam beberapa kasus bahkan hampir botak sehingga orang-orang bisa melihat kulit kepala mereka di sela-sela rambut mereka yang sangat pendek, dari sinilah muncul sebutan ‘Skinhead’. Begitu pula dengan para wanitanya, potongan rambut merekapun sangatlah pendek, sebutan bagi potongan rambut seperti ini adalah Feather cut (sangat pendek pada bagian atasnya namun di biarkan tetap panjang pada bagian samping dan biasanya berponi pada bagian depannnya). Sebagai kendaraan Scooter tetaplah populer layaknya di kalangan Tradisional Mods, namun kini hal itu bukanlah lagi sebuah keharusan, bagi Skinhead scooter hanyalah sebagai kendaraan untuk bepergian bukan sebuah benda untuk di pamerkan pada teman-teman mereka, seperti di kalangan Mods, (jadi, punya bagus, tidak punya ya tidak apa-apa). Pakaian-pakaian itu menjadi pilihan mereka karena semua barang tersebut harganya murah dan terjangkau oleh kantong anak-anak kelas pekerja saat itu. Hal lain yang menjadi alasan pemilihan pakaian tersebut adalah karena semua pakaian itu lebih cocok sebagai “seragam dinas perkelahian di jalanan” ketimbang setelan jas ala Tradisional Mods, walaupun sepatu dansa dan setelan jas tetap dipakai dalam beberapa kesempatan. Layaknya Rude boy di Jamaika, kekerasan pun adalah hal yang sangat identik dengan budaya Skinhead. Perkelahian jugalah yang menjadi alasan kenapa Boots menjadi pilihan, terutama yang dilapisi baja pada ujungnya (Steel Toe), sehingga bisa dijadikan senjata untuk mencederai lawan. Begitu jugalah alasan kenapa potongan rambut “hampir botak” menjadi pilihan mereka, yaitu agar rambut itu tak bisa dijambak saat bekelahi dengan musuh, dan di era itu biasanya para laki-laki memelihara cambang, itu jugalah yang dilakukan para Skinhead ini. Perkelahian inilah yang membuat reputasi mereka buruk di kalangan masyarakat umum, Skinhead adalah berandalan jalanan yang ditolak keberadaannya oleh masyarakat.
Pada akhir tahun 1968 jumlah para Hard Mods semakin banyak, seiring semakin banyaknya anak-anak muda kelas pekerja yang menolak pola pikir Mods tradisional. Gank-gank Hard Mods pun bermunculan di kota-kota seperti London, Birmingham, Liverpool, New Castle dan Glasgow ( Gang nya yang bernama Glasgow Spy Kids sangat terkenal hingga hari ini akan reputasi kekerasannya ). Pada awalnya sebutan bagi mereka berbeda-beda di setiap kota, yang paling umum adalah Clean Heads, Shave Heads, Spy kids dan Peanuts (mengacu pada bunyi scooter yang dikendarai mereka). Di tahun 1969 penolakan terhadap budaya Mods kelas menengah yang saat itu sudah tercemar pola pikir generasi bunga pun semakin menjadi-jadi, pemisahan antara tradisional Mods yang telah berevolusi jadi Hippies dan Hard Mods / Skinhead pun tak terhindarkan lagi. Para Hippies yang rata-rata kelas menengah inilah yang menjadi musuh utama para Skinhead. Perkelahian yang berujung pada kekerasan ini terjadi di setiap kesempatan mereka bertemu, namun yang paling besar terjadi di Bank Holiday tahun 1968 dan 1969, di sinilah Skinhead menjadi perhatian media untuk pertama kalinya.
Satu hal lagi yang membentuk budaya Skinhead adalah kerusuhan yang terjadi di teras sepak bola. Inggris memang adalah sebuah negara dengan budaya sepak bola yang kuat mengakar. Semenjak kemenangan Inggris di Piala Dunia tahun 1966 sepak bola menjadi semakin menarik perhatian anak-anak muda Inggris saat itu. Tradisi menonton sepak bola di akhir pekan bersama para Ayah sedikit demi sedikit mulai menghilang, seiring dengan pekerjaan paruh waktu yang banyak dilakukan anak-anak kelas pekerja saat itu yang membuat mereka mempunyai uang sendiri untuk membeli tiket masuk ke petandingan sepak bola. Kekerasan dan Hooliganisme memang sudah membudaya di dunia persepakbolaan Inggris selama berabad-abad sebelumnya, namun memasuki era 60-an hal itu semakin terorganisasi. Para hooligans ini kebanyakan adalah para Hard Mods yang tampil gahar dengan jeans dan sepatu boots seperti yang di paparkan di atas. Hooliganisme terorganisasi atau lebih di kenal dengan sebutan ‘Firm / Mobs’ ini semakin mewabah di musim kompetisi 1968 – 1969. Saat itu hampir semua tim wilayah selatan dan utara Inggris mempunyai gank hooligan yang semua anggotanya adalah Skinhead. Mereka biasanya membuat kerusuhan tak hanya di luar lapangan, tapi juga di dalam lapangan, berkelahi dengan suporter lawan dan tentunya dengan polisi. Dalam waktu singkat media seperti The Sunday Mirror, Suns dan The Football Mail mengasosiasikan Skinhead dengan kerusuhan tersebut. Pada awalnya berita tersebut biasa-biasa saja namun lama kelamaan pemberitaan itu semakin berlebihan dan berat sebelah, menempatkan Skinhead sebagai terdakwa tunggal bahkan jika kerusuhan tersebut bukan terjadi karena ulah mereka. Perkelahian dan kerusuhan terjadi hampir di tiap pertandingan, terutama di wilayah utara dimana sepak bola dan budaya Gank suporternya lebih populer ketimbang berdansa di club malam seperti di selatan Inggris. Perkelahian yang semakin sering terjadi membuat para Skinhead merasa perlu untuk mempersenjatai diri. Boots kini di rasa tak lagi cukup, kini mereka mempersenjatai diri dengan pisau belati atau pisau lipat yang biasa di gunakan untuk mencukur rambut (Razor). Senjata tersebut bahkan kemudian di gunakan dalam perkelahian melawan Hippes, Rockers, Greaser, dan Hell Angels. Skinhead kini semakin identik dengan kenakalan remaja bahkan kekerasan dan kejahatan serius, hal itu membuat mereka diwaspadai keberedaannya oleh masyarakat terutama polisi. Berkelahi di jalanan, membuat rusuh di teras sepak bola, memukuli Hippies, (bahkan) Mods di Bank Holiday, ya… budaya baru ini benar-benar identik dengan kekerasan. Tapi ada saat di mana mereka meninggalkan Ya…..!!! Hal berikutnya yang membentuk budaya Skinhead yang berasal dari budaya Mods dan akan dipegang teguh oleh para Skinhead sampai kapanpun adalah kecintaan mereka kepada musik kulit hitam sperti RnB, Soul (keluaran Tamla, Stax dan Motown ) dan musik Ska / Reggae asal Jamaika. Yang membedakan Skinhead dengan Mods dalam hal musik yang di dengarkan adalah: Mods memang sangat menyukai Soul dan Ska (mereka menyebutnya Bluebeat, nama label yang merilis Prince Buster di Inggris ), namun hasrat utama mereka adalah lagu-lagu dari The Who dan The Small Faces, sedangkan Skinhead lebih suka mendengarkan musik Jamaika yang saat itu telah berevolusi menjadi Reggae, ya….Skinhead sangat identik dengan musik Reggae. Kenapa para Skinhead mengadopsi Reggae sebagai musiknya telah banyak di perdebatkan saat ini. Teori pertama adalah hal itu disebabkan oleh para Skinhead ini tinggal bertetangga dengan para imigran Jamaika sehingga ada interaksi budaya di antara mereka, salah satunya adalah musik Reggae. Hal tersebut menyebabkan para Skinhead ini terpengaruh oleh budaya dan penampilan Rudeboy di Jamaika, termasuk celana yang diperpendek atau digulung di atas mata kaki untuk memperlihatkan Boots 8 atau 10 lubang yang saat itu populer di kalangan para Skinhead. ‘Baik Mods dan kemudian Skinhead sangat mencintai dan terinspirasi oleh budaya Rude boy Jamaika, dan menggabungkannya dengan budaya kelas pekerja Inggris untuk membentuk sebuah budaya baru yaitu budaya Skinhead’. Teori kedua adalah hal ini disebabkan oleh warisan dari budaya Mods dan terlebih lagi karena kepopuleran Ska yang semakin meningkat semenjak lagu My Boy Lollypop (Millie Small) bertengger di posisi nomor 1 di tangga lagu nasional Inggris pada tahun 1964. Teori ketiga adalah hal ini disebabkan oleh harga piringan hitam Reggae yang saat itu murah, sehingga mudah bagi para Skinhead untuk mendapatkannya. Namun teori yang paling banyak di setujui adalah: pengadopsian Reggae sebagai musik Skinhead saat itu di sebabkan oleh penolakan mereka terhadap musik Progresif Rock ala band-band Woodstock seperti The Cream dan Jimmy Hendrix yang di sukai oleh para Hippies, ya…. Skinhead adalah sebuah budaya penolakan terhadap budaya Hippies yang cenderung kelas menengah. Namun apapun alasannya, pada saat The Pioneers merilis Longshot Kick The Bucket dan mencapai sukses di bulan oktober 1969, lalu disusul dengan lagu Desmond Dekker yang bejudul Israelites yang meraih posisi pucak pada akhir tahun 1969, Skinhead dan Reggae pun menjadi semakin identik, dan munculah sebutan baru bagi genre musik ini: ‘Skinhead Reggae’. Namun hal utama yang membuat Skinhead tertarik pada Reggae tentulah iramanya yang riang dan mengajak tubuh secara alami untuk berdansa. Kenyataanya lirik lagu tidaklah penting karena sedikit sekali Skinhead saat itu yang mengerti bahasa ‘slang’ Jamaika yang digunakan dalam lagu-lagu Reggae. Buktinya adalah: Israelites-nya Desmond Dekker boleh saja laku sebanyak 8 juta copy di seluruh dunia saat itu, tapi coba tanya apa isi dari liriknya pada 10 orang Skinhead maka kau akan mendapatkan 10 jawaban berbeda pula. ‘Dan itulah hal-hal yang membentuk Budaya ini, dari Gang Hard Mods di jalanan dengan scooternya, Bootboys / Hooligans di teras sepak bola, dan Rude boy di lantai dansa datanglah anak-anak kelas pekerja bernama Skinhead….’
Musik Ska Jamaika memang sudah masuk ke Inggris semenjak awal dekade 60-an dan sempat populer di pertengahan dekade tersebut. Itu semua berkat kepiawaian para promotor musik yang memboyong artis-artis Jamaika ke Inggris seperti Christ Blackwell pemilik Island Records. Namun hal yang terjadi pada Ska tersebut berbeda dengan hal yang terjadi pada Reggae. Walaupun secara teori Reggae adalah ‘bentuk baru’ dari Ska, hal tersebut tidaklah membuat Reggae langsung populer di Inggris. Pada awal masuknya Reggae ke daratan Inggris di tahun 1968, stasiun-stasiun radio dan media musik hampir tak memberikan dukungan pada Reggae. Kenyataanya bahkan mereka mengkritisi Reggae sebagai musik yang masih mentah (Reggae kadang-kadang hanya menggunakan 2 kunci gitar dan berdurasi 2 atau 3 menit, benar-benar kontras dengan Progresif Rock yang rumit dan berdurasi 6 sampai 8 menit), lebih dari itu mereka menyebutnya sebagai musik ‘yobbo (kasar dan Bodoh)’. Asosiasi Reggae dengan Skinhead pun membuat musik ini dijauhi pasar mainstream. Akibatnya jika tak ada publikasi dan pemberitaan di media tentu saja tak akan bisa masuk tangga lagu dan sedikit sekali toko yang mau menjual piringan hitam artis-artis Reggae seperti Bob Andy, Desmond Dekker dan Toots and The Maytals. Saat itu Reggae hanya di putar di pub-pub dan club-club malam seperti Ram Jam club, Golden star club, The Ska Bar, dll, yang sebagian besar pengunjungnya adalah para Skinhead, yang segera mengadopsi musik ini sebagai bagian terpenting dari budaya baru mereka. Namun seiring semakin membesar dan mewabahnya budaya Skinhead di Inggris, maka Reggae pun semakin populer, hal inilah yang mengantarkan lagu-lagu Reggae ke puncak tangga lagu nasional, lalu tiba-tiba saja Reggae menjadi kesukaan semua orang, bukan hanya Skinhead saja.
Perusahaan rekaman paling terkemuka yang memproduksi dan menyalurkan rekaman piringan hitam Reggae saat itu adalah Trojan Recods. Perusahaan ini didirikan oleh Island Records dan Beat and Commercial Company (B & C) di tahun 1968. Tapi kemudian Christ Blackwell si pemilik Island records menarik diri dari kepemilikan saham Trojan records, menyerahkan seluruh perusahaan itu pada Lee Goptal pemilik B & C company yang tadinya adalah seorang akuntan. Saingan utama dari Trojan records adalah Pama records dan label-label yang disubsidinya yang merupakan milik dari Harry Palmer dan dua orang saudaranya. Masing-masing label tersebut mepunyai artis - artisnya sendiri - sendiri yang populer di kalangan Skinhead saat itu. Di pihak Trojan ada artis-artis seperti: Desmond Dekker, Judge Dread, Toots and The Maytals, Harry J allstars, The Pioneers, The Maytones, Joe white, Clancy Ecccles, Symarips dan banyak lagi, sedangkan di pihak Pama ada: Laurel Aitken, Derrick Morgan, Pat kelly, The Marvels, Alton Ellis, The Upsetter dan banyak lagi. Persaingan antara kedua label ini dimanfaatkan oleh produser - produser Jamaika yang tidak jujur untuk menghasilkan uang lebih banyak, tak jarang mereka teken kontrak dengan kedua label tersebut tanpa sepengetahuan salah satu dari mereka. Namun persaingan ini di menangkan oleh Trojan, dengan lebih dari 40 buah label yang disubsidinya, label itu menguasai 80 % pasar musik Reggae saat itu. Pada akhir tahun 1969 Trojan merilis sebuah hits Reggae yang kelak menjadi sangat legendaris dalam budaya Skinhead, yaitu Skinhead Moonstomp oleh Symarips (alias The Pyramids). Skinhead Moonstomp ini kemudian bahkan menjadi semacam standar bagi lagu - lagu Skinhead Reggae, padahal irama-nya adalah jiplakan dari Moonhop-nya Derrick Morgan yang dirilis oleh Pama. Terlepas dari hal tersebut Skinhead Moonstomp adalah lagu Reggae pertama yang membahas Skinhead dalam liriknya, hal itu membuat Skinhead kini seakan punya corong publikasi tersendiri, terlebih lagi hal itu membuat semakin kuatnya hubungan emosional antara artis - artis Reggae Jamaika dengan para Skinhead, anak kelas pekerja Inggris yang menjadi fans utamanya. Skinhead Moonstomp kemudian disusul oleh lagu-lagu lain yang menjadikan Skinhead sebagai objek bahasan dalam lirik, diantaranya adalah Skinhead girl, Skinhead Jamboree ( The Symarips ), Skinhead shuffle ( The Mohawk ), Skinhead Train ( Laurel Aitken ), Skinheads don’t fear dan Skinhead Moondust ( The Hot Rod All stars ), Skinhead Revolt ( Joe The Boss ), Skinhead a message to you ( Desmond Riley ), Skinhead a Bash them ( Claudette and The Corporation ), dan masih banyak lagi. Populernya Skinhead Reggae di Inggris saat itu bahkan kemudian membuat Ska dan Rocksteady kembali populer di lantai-lantai dansa klub - klub malam. Musik favorit lainnya di kalangan Skinhead saat itu adalah musik Soul Amerika yang lebih di kenal dengan istilah ‘Northern Soul’ yang dirilis di bawah label Tamla Motown, Stax dan Atlantic Records. Artis - artisnya antara lain adalah Martha Reeves and The Vandelas, Smokey Robinson, Aretha Franklin, The Miracles, The Supremes, Ray Charles, dll, yang sudah ngetop semenjak awal dekade 60-an. Tidak seperti Reggae, Soul mendapatkan dukungan publikasi penuh dari media, sehingga lebih populer di kalangan umum, namun Reggae tetaplah musik nomor satu bagi para Skinhead. Bahkan di awal tahun 1970 diadakan Carribean Music Festivals yang di hadiri 9000 penonton, disusul dengan The UK Reggae Tour yang menampilkan The Upsetter, The Pioneers, Jimmy Cliff, Harry J Allstars, Desmond Dekker, Max Romeo, dll, yang berkeliling Inggris selama 4 minggu. Klub - klub kenamaan di London pun secara reguler menampilkan artis - artis Jamaika. Reggae benar - benar populer saat itu, dan fans fanatiknya adalah Skinhead, bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadi kolektor serius musik Jamaika. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi DJ Reggae dan memulai bisnis sound systemnya sendiri. Bahkan ada semacam peraturan tak tertulis saat itu, yaitu semakin banyak koleksi yang dimiliki seorang Skinhead maka ia akan semakin dihormati, tak heran Skinhead saat itu menghabiskan sebagian besar uangnya untuk membeli piringan hitam Reggae.
Memasuki era 70-an budaya Skinhead menjadi semakin besar dan semakin jauh meninggalkan ‘bapaknya’ para Mods. Budaya ini semakin identik dengan kekerasan, seiring dengan pemberitaan di media massa yang semakin hari semakin memojokkan mereka. Saat itu semakin banyak anak-anak muda yang bergabung dengan budaya ini, sayangnya mereka terpengaruh dengan reputasi Skinhead yang dibentuk oleh media, sehingga mereka kira Skinhead hanyalah tentang kekerasan, rusuh di stadion sepak bola dan memukuli siapapun yang tidak mereka sukai. Kelak reputasi kekerasan ini semakin diperparah dengan turut campurnya kekuatan politik sayap kanan yang menyusupi budaya Skinhead. Semenjak tahun 1971 musik Reggae di Jamaika sendiri berubah seiring dengan merebaknya paham Rastafarian (sebuah paham yang mengajarkan bahwa Ras kulit hitam di luar Afrika harus kembali ke Afrika, Tanah yang dijanjikan bagi mereka) di negeri itu. Reggae tiba-tiba adalah tentang Zion, Jah, Babylon, dan semua hal berbau afrika, tak ada lagi lagu-lagu tentang para Skinhead di daratan Inggris, hal ini tentu saja seakan memutus hubungan emosional antara Jamaika dan budaya Skinhead. Musik soul sendiri kini telah berevolusi sedemikian rupa menjadi musik Disco, membuat Skinhead semakin kehilangan jati dirinya. Kini hanya tinggal kekerasan sajalah yang menjadi identitas budaya ini, tiba-tiba saja kau adalah orang yang bersalah di mata masyarakat jika kau adalah seorang Skinhead. Hal ini membuat para Skinhead yang lebih tua dan merupakan pelopor budaya ini semakin muak dengan keadaan saat itu. Semakin kau tua maka kau semakin dewasa dan tak mau lagi melakukan hal-hal bodoh seperti berkelahi di jalanan tanpa tujuan yang jelas. Memasuki tahun 1972 budaya Skinhead semakin kehilangan arahnya, tapi budaya ini tidaklah musnah atau hilang begitu saja layaknya sebuah trend, kenyataanya budaya Skinhead terus berkembang seiring lahirnya generasi baru budaya ini…..cerita ini pun berlanjut dengan para tokoh yang merupakan ‘anak-anak’ dari budaya Skinhead yang bernama: Suedehead, Smoothies, Bootboys, dan Clockwork Skinhead………,,
Terlepas dari sebuah ketetapan hati bahwa menjadi Skinhead adalah ‘kontrak seumur hidup’, namun pada kenyataannya akan tiba waktu dimana setiap Skinhead meninggalkan Jeans dan Levi’s Stapress, kemeja Ben Sherman, Bretel (suspender) dan Dr Marten Boots-nya. Itulah kenyataan hidup yang harus kau hadapi, kau tak bisa lagi bergaya seperti seorang berandalan jalanan saat umurmu mendekati 30 tahun bahkan lebih, karena kehidupanmu harus terus berlanjut ketingkatan yang lebih tinggi, bekerja, menikah dan mempunyai anak-anak yang harus kau hidupi. Apalagi jika penampilan tersebut mulai mengganggu kehidupan sosialmu, ‘terima kasih pada Media yang telah dengan suksesnya membunuh karakter budaya Skinhead’. Di awal dekade 70-an jangan harap kau dapat pekerjaan jika orang - orang tahu kalau kau adalah seorang Skinhead, kau akan segera ditolak jika datang melamar pekerjaan dengan memakai ‘seragam’ Skinhead-mu, kalaupun jika kau mendapatkan pekerjaan itu, maka mereka menyuruhmu untuk menumbuhkan rambutmu. Skinhead benar - benar sesosok mahluk yang ditolak keberadaannya saat itu, dan ‘Media adalah dalang di balik semua ini, mereka dengan sukses membentuk anggapan bahwa Skinhead tak lebih dari sekedar Gangster botak yang kejam, tak berperasaan dan tak berotak’. Seorang Skinhead tanpa alasan yang tepat bisa saja ditangkap polisi bahkan ketika dia sedang duduk-duduk di taman, sedang minum bir di pub, atau saat membeli tiket pertandingan sepak bola. Hidup benar - benar berat bagi mereka saat itu, mereka adalah kaum terbuang dari masyarakat yang munafik.
Yah….. sering kali dalam hidup ini kita harus berurusan dengan hal-hal yang kita benci, tapi kita harus melakukannya jika ingin bertahan hidup. Hal itulah yang terjadi dengan para Skinhead di awal tahun1970-an, di satu sisi mereka cinta dengan budaya yang ‘mengontrak’ mereka seumur hidup, namun di sisi lain hidup mereka pun harus terus berlanjut, mereka tak bisa selamanya hidup di bawah ketiak Ayah dan Ibunya, prioritas hidup mereka kini telah berubah. Akibat dari keadaan tersebut adalah: memasuki tahun 1970 banyak Skinhead yang menumbuhkan rambutnya menjadi sedikit lebih panjang agar tidak dikenali orang-orang awam sebagai seorang Skinhead, hooligans, bovver boys atau sebutan apapun yang berkonotasi negatif. Setelan jas yang tadinya hanya dipakai pada kesempatan tertentu kini dipakai hampir setiap hari. Pakaian menjadi sedikit lebih kalem, bahkan sepintas seperti Mods. Levi’s sta-press, kaus Fred Perry, kemeja Ben Sherman, jaket Harrington, bahkan crombie kini semakin populer dipakai, di kemudian hari bahkan muncul sebuah sebutan baru yang menjadi sub-budaya Skinhead bernama Crombie boys. Sepatu loafers terkadang di pakai sebagai ganti Boots yang berkonotasi negatif (saat itu jika kau memakai boots maka kau diidentikkan dengan orang-orang yang melakukan kekerasan diteras sepakbola). Lalu muncullah sebutan baru bagi mereka, sosok Skinhead yang lebih kalem: ‘Suedehead’, sebuah nama yang mengacu pada rambut mereka yang lebih panjang dari pada Skinhead pada umumnya (tak terlalu panjang, hanya sampai bisa disisir rapih, biasanya disisir belah pinggir). Para Skinhead girl yang lebih dkenal sebagai Chelsea pun ikutan memanjangkan rambutnya, mereka meninggalkan potongan feather cut dan menata rambutnya menjadi lebih feminim lagi. Apakah sebuah budaya baru telah lahir…?? Tidak juga…!! Karena semenjak awal perkembangan budaya Skinhead sudah ada sekelompok Skinhead yang berpenampilan seperti Suedehead. Lagi pula ada hal yang lebih penting daripada pakaian yang dapat dengan mudah dibeli, hal itu adalah pola pikir dan nilai - nilai dasar budaya Skinhead yang tak pernah ditinggalkan oleh para Suedehead ini. Tidak seperti ketika Mods berevolusi menjadi Skinhead di akhir 60-an dulu yang disebabkan oleh masalah kelas dan ekonomi sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir, perubahan dari Skinhead menjadi Suedehead sama sekali tak melibatkan masalah ekonomi dan kelas. Perubahan itu lebih disebabkan oleh tekanan dari media dan masyarakat, bahkan lebih kepada masalah fashion saja. Buktinya tingkah laku berandalan mereka tidaklah hilang sama sekali, mereka tetaplah keras, pemberani dan doyan berkelahi. Kebiasaan membawa senjata tajam ke teras sepak bola pun tetap mereka pelihara, bahkan kini mereka membawa payung yang ditajamkan ujungnya sebagai senjata (jadi bukan sebagai pelindung di kala hujan), yah….Sekali petarung jalanan, selamanya petarung jalanan, bukti bahwa hal itu adalah kontrak seumur hidup.
Memasuki tahun 1971 bahkan para Suedehead mulai memanjangkan rambutnya menjadi lebih panjang dari sebelumnya. Potongan rambut ini hampir seperti potongan rambut orang kebanyakan, biasanya pendek di bagian atas dan sedikit panjang di bagian samping dan belakangnya (mirip potongan feather cut tapi tak se-ekstrim itu). Lalu sebutan baru pun muncul bagi mereka: Smoothy, yang mengacu pada model rambut baru mereka. Pakaian yang dikenakan pun kini berubah, para Smoothy berdandan lebih kasual ketimbang Suedehead ataupun Skinhead. Mereka biasanya memakai kaus tak berkerah dan kemeja, namun Ben Sherman bukanlah lagi pilihan yang populer, celana bahan biasa, jumpers, dan yang paling penting tentu saja Crombie. Boots kini hampir - hampir ditinggalkan sama sekali, sebagai gantinya adalah sepatu kasual yang biasa dipakai pekerja kantoran, namun pada beberapa kesempatan Boots tetap di pakai. Para wanita Smoothy pun mempunyai sebutan tersendiri, yaitu: Sorts, Skinhead memang sebuah budaya yang lebih berorientasi laki-laki, namun dalam perkembangannya para Skinhead girl pun mengembangkan cara berpakaiannya sendiri yang cukup unik. Para Sort ini berambut lebih panjang dari pada Skinhead ataupun Suedehead girl, mereka memakai kemeja Brutus, rok pendek yang lebar di bagian bawahnya, dan sepatu Ravel (sejenis sepatu Beebop yang biasa dipakai perawat). Bagi kebanyakan orang para Smoothy berpenampilan ‘normal’ layaknya mereka, bahkan mata rantai hubungan mereka dengan budaya Skinhead hampir - hampir hilang sama sekali, hal itulah yang membuat mereka tak terlalu populer dan menghilang seiring dengan masuknya budaya Punk ke Inggris.
Para Smoothy sebenarnya mempunyai ‘saudara kembar tak identik’, yaitu para Bootboys. Bootboys termasuk budaya yang mampu bertahan dan memasuki era 70-an dengan selamat. Kekerasan di teras sepak bola mencapai level tertingginya selama musim kompetisi 1970-1971 dan terus berlanjut di musim kompetisi 1971-1972, inilah yang menandai kembalinya budaya Bootboys setelah sempat hilang ditelan histeria budaya Skinhead tahun 1969 lalu. Dalam hal penampilan luar Bootboys ini memang mirip para Smoothy terutama dalam hal penampilannya yang kasual. Hal yang membedakannya dengan Smoothy adalah para Bootboys ini mewakili penampilan teras sepak bola yang keras dan gahar, sementara Smoothy penampilannya lebih ‘resmi’ dan mewakili kehidupan klub - klub malam di Inggris. Terlebih lagi Smoothy dan Suedehead adalah budaya yang lebih banyak berkembang di selatan Inggris, sedangkan Bootboys adalah budaya yang berkembang di utara Inggris di mana sepak bola lebih populer daripada musik Reggae dan Soul. Musik dan fashion memang menjadi nomor dua dalam hidup seorang Bootboys, nomor satu tentunya adalah sepak bola dan kehidupan Gank. Kalaulah ada barang yang wajib dipakai oleh seorang Bootboy, maka sepasang Dr Marten Boot lah itu, sedangkan celana dan baju tidak menjadi masalah. Reggae dan soul tetap populer di sebagian mereka sedangkan sebagian lagi memilih mendengarkan musik apapun yang saat itu populer termasuk Glam Rock yang merupakan pengembangan dari Progresif Rock-nya para hippies. Kebanyakan Bootboys ini pada kenyataannya ‘pernah menjadi’ Skinhead, walaupun tak melewati fase perkembangan Suedehead dan Smoothy. Memasuki tahun 1972-1974 terlepas dari Boots dan kebiasaan berkelahi di teras sepak bola, budaya Bootboys ini mempunyai sedikit sekali hubungan dengan Skinhead, kelak kedua budaya ini rujuk kembali bersamaan dengan munculnya Punk generasi baru yang lebih di kenal dengan sebutan Oi! / Street Punk. Namun semua perkembangan budaya yang sudah di jelaskan di atas tadi tidaklah sama di semua kota di daratan Inggris, contohnya di beberapa tempat sudah mengalami fase Smoothy pada pertengahan 1970, sementara di tempat lainnya tak melewati fase Skinhead sampai 1975. Umumnya bahkan terjadi percampuran fashion dari masing-masing fase, artinya Skinhead, Suedehead, Smoothy dan Bootboys bahkan Mods pada saat yang sama.
Jika ada Skinhead yang sangat terkenal popularitasnya di era 70-an (bahkan hingga hari ini), maka Joe Hawkins-lah orangnya. Joe adalah seorang Skinhead seutuhnya, ia berdandan rapih, keras, menyukai Reggae (kemudian Oi! dan Street Punk), dan gemar mematahkan tulang rusuk para Hippies dengan sepatu bootsnya. Sayangnya Joe tidaklah nyata, ia adalah tokoh khayalan dari seorang pengarang novel bernama Richard Allen. Novel berjudul Skinhead tersebut diterbitkan pada tahun 1970, dan langsung mendapatkan perhatian nasional bahkan termasuk dalam daftar 10 buku terlaris saat itu karena isinya yang eksplisit menggambarkan kehidupan Joe yang brutal dan penuh kekerasan, sebuah kenyataan yang sebenarnya dialami para Skinhead. Kesuksesan novel Skinhead ini segera disusul oleh novel - novel berikutnya dimana Joe tetap menjadi tokoh utamanya, yaitu: Suedehead, Smoothies, Bootboys, Terrace Warrior, Punk Rock, Mod Rule, Skinhead Girl, Skinhead Escape, Troubble For Skinhead, Sorts, Top Gear Skins, Skinhead Farewell, Glam, Terrace Teror, Knuckle Girls, dan Dragon Skins. Tahun 1970 terbit sebuah film berjudul Clockwork Orange yang di sutradarai oleh Stanley Kubricks. Film ini menceritakan seorang pemuda bernama Alex, seorang pemimpin gank yang terobsesi berbuat kekerasan, memukuli orang tanpa alasan yang jelas dan memperkosa bahkan membunuh. Di film itu Alex dan gank-nya berdandan ala seorang petarung jalanan: Riasan berupa bulu mata palsu di mata sebelah kanan (atau kadang-kadang memakai topeng badut), baju dan celana putih, payung yang ditajamkan ujungnya, dan di lengkapi dengan pelindung yang dipakai petinju untuk melindungi organ vitalnya, dan yang paling penting tentu saja sebuah topi Bowler.Yang membuat Alex mirip dengan Skinhead adalah sepatu Bootsnya, ditambah dengan tindakan Alex dan gank nya yang khas para Skinhead, benar - benar sebuah penampilan dan tingkah laku Horor…!!! Terlepas dari film ini sangatlah kontroversial dan dilarang peredarannya, kenyataannya Clockwork Orange menginspirasi sekelompok kecil Skinhead. Mereka mulai berdandan ala Alex dan gank nya, melakukan kekerasan ekstrim, dan sebuah sub - budaya baru dari budaya Skinhead pun lahir: Clockwork Skinhead. Film ini kelak juga menginspirasi lagu-lagu beberapa band Oi! dan street punk seperti The 4 Skins, The Violators, The Last Resorts, Angelic Upstart, Major Accident dan yang paling legendaris The Addicts.
Era ini juga adalah untuk pertama kalinya muncul ‘Band Skinhead’ bernama Slade. Masih diperdebatkan sampai saat ini apakah para anggota Slade adalah benar - benar Skinhead atau bukan, namun kenyataannya saat itu mereka berdandan layaknya seorang Skinhead. Sayangnya memasuki tahun 1971 Slade berubah menjadi band Glam rock dengan rambut gondrongnya, tapi tak dapat dipungkiri kalau band ini adalah band yang sangat berpengaruh pada band favorit Skinhead sepanjang masa, Cock Sparrer. Mereka kembali dihubungkan dengan Skinhead saat mereka main di Great British Music Festivals 1978 saat terjadi perkelahian antara Mods dan Skinhead ketika The Jam naik ke panggung dan berakhir dengan insiden penikaman seorang Mods oleh seorang Skinhead. Memasuki pertengahan tahun 1975, Skinhead benar - benar hampir hilang dari daratan Inggris, seiring dengan menjauhnya Reggae dan Soul dari kehidupan anak-anak kelas pekerja Inggris. Kini tinggallah para Bootboys yang mengadopsi musik para Hippies seperti Glam rock ala Slade dan Mott The Hoople sebagai budayanya. Pada tahun yang sama Judge Dread merilis lagu Bring Back The Skins dalam albumnya yang paling legendaris Last of The Skinhead. Lirik di lagu itu yang seakan bernostalgia pada masa - masa keemasan Skinhead di tahun 1969 dulu, tak lama lagi akan menjadi kenyataan. Anak - anak kelas pekerja yang keras dan menguasai jalan - jalan di se-antero Inggris kembali lagi, kali ini dengan penampilan baru, namun tetap dengan semangat yang sama, semangat Jalanan. Ya… Skinhead kembali lagi, kali ini dengan sebuah pergerakan musik baru bernama Street Punk…,,

And the story will be continued…,,