Rabu, 01 Oktober 2014

My Self : Scumbag. Beyond Life And Death



1342964439114481533
Judul Buku : My Self : Scumbag. Beyond Life And Death
Penulis : Kimung
Penerbit : Minor Books
Cetakan : Cetakan Pertama, Oktober 2007
Tebal : 368 Halaman
Mengukir langit – langit
Mencari jejak sepi
Mengasah nurani
Melukis diri
Karma hidup akan terus bernyanyi
Dan keabadian jiwa akan tetap bersemi
Ivan Firmansyah alias Scumbag – Juni 1997
Dari sobekan buku catatan Ivan di berkas Kimung
Desember 2006
Puisi di atas adalah kalimat pembuka dari buku berjudul My Self : Scumbag – Beyond Life And Death karya Kimung, seorang penulis muda asal Bandung. Buku ini menceritakan kisah hidup dari Ivan Firmansyah atau yang lebih dikenal dengan nama panggilan, Scumbag. Ivan, Scumbag Hardcore ugal – ugalan adalah pionir generasi pendobrak Ujung Berung Rebels dan juga seorang vokalis dari band Hardcore/Metal kugiran asal kota kembang, Burger Kill. Kimung sang penulis yang juga merupakan teman masa kecil, saudara sebotol dan partner in crimenya Ivan di awal era Burger Kill berdiri, menulis dengan detail kisah kehidupan Ivan dalam buku ini. Alur cerita yang mengalir bagai novel fiksi. Mengupas lengkap kisah hidup Ivan yang penuh semangat dan harga diri, sekaligus juga kekecewaan dan dendam. Dan juga impian – impiannya yang selangit serta totalitas bermusik yang mengantarnya menjadi besar bahkan lebih besar dari hidupnya sendiri. Beserta segala ironi yang mengintip dengan kejam di balik kebesaran itu, mencuri jiwanya diam – diam.
Buku ini terdiri dari 14 bagian, termasuk 2 bagian pembuka yang ditulis oleh sang penulis sendiri dan sang penyunting buku, Yusandi. Masalah penyuntingan naskah buku selalu menarik bagi saya pribadi. Karena selalu berhubungan dengan masalah peristilahan serta bahasa slengean jalanan dan juga bahasa gaul lainnya yang terkadang tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Seperti yang di ungkapkan oleh sang penyunting di bagian 2 buku ini. “ Ada beberapa masalah yang perlu disampaikan disini, yakni masalah peristilahan, terutama penulisan jargon dan genre ( orang Indonesia menyebutnya “ aliran“ ) musik. Sebutlah grind core, hard core, punk rock, riff, scene, lead. Saya dan penulis sempat kebingungan, mana kata yang harus dimiringkan, mana yang tidak; mana frasa yang harus di satukan, mana yang tidak. Kita – orang Indonesia – sayangnya belum memiliki padanan kata untuk kata – kata tersebut. Untuk istilah Underground kami memutuskan menerjemahkannya menjadi “Bawahtanah”, bukan “Bawah Tanah”. Ya, kami menyatukannya menjadi sebuah kata mandiri, semandiri para pelakunya dalam bergerilya memperjuangkan idealisme mereka dalam bermusik. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan 2005, misalnya, belum juga mencantumkan kata padanan atau serapan untuk istilah – istilah tersebut. Ini memperlihatkan secara jelas bahwa pemerintah dan ahli – ahli bahasa tak penuh perhatian terhadap perkembangan budaya anak muda secara global!” ( hal.14 ).
Bagian selanjutnya yang berjudul The Legacy Lives On And On dibuka dengan kisah launching album partynya Burger Kill, Beyond Coma And Despair di Dago Tea House, 20 agustus 2006. Setelah menggeber habis 8 lagu oleh Burger Kill dan ribuan penonton yang menyemut di arena. Suasana mendadak diam dan gelap. Dalam suasana diam yang membius tampillah Addy gembel dari Forgotten menenteng kertas. Sahabat Ivan Scumbag ini kemudian membawakan puisi yang dibuka dengan sepenggal kalimat “aku melihat kematian begitu indah”. Setelah pembacaan puisi suasana yang diam dan gelap mendadak benderang diiringi dentuman drum menderu – deru layaknya ribuan mesin tempur menggempur. Lagu sakit jiwa akhirnya dimainkan malam itu. Tetapi lagu ini dibiarkan kosong tanpa raungan vocal. Sebuah lagu penghormatan terakhir untuk sang vokalis, SCUMBAG!.
Rebel To Nothing(Ness) adalah bagian berikutnya, di bagian ini banyak menceritakan kisah kehidupan Ivan dari Ia lahir hingga masa – masa sekolah sampai tingkat SMA. Dan juga fase dimana Ivan Scumbag berpadu dengan kawan – kawannya dalam sebuah kelompok. Ia dan kawan – kawan SMPnya membentuk komplotan pecinta Grind core. Namanya CGFB, singkatan dari Corpse Grinder Foundation Bandung. Kemudian juga ada kisah pertemuannya dengan Eben, punker asal Jakarta. Yang nantinya membentuk Burger Kill bersama Kimung dan Ivan. Dari Eben inilah Ivan dan juga Kimung mengenal musik punk rock dan hard core old school. Di bagian ini juga di ceritakan mengenai poseur yang mulai merepotkan komunitas Ujung Berung. “Agustus 1995, komunitas musik metal bawahtanah Ujung Berung mulai direpotkan sama Grinder-Poser. Dalam bahasa kurang ajarnya, para poser itu dijuluki “Borok”. Padahal yang menentukan siapa yang sebenarnya borok bagaikan maling teriak maling. Tak jelas juga definisi dan batasan “Borok” itu seperti apa. Tapi memang para “Borok” itu sangatlah mengganggu. Tipikal mereka sama, para Trendism yang memanfaatkan trend metal dan bawahtanah untuk tampil demi diri sendiri. Mereka biasanya belagu. Yang laki – laki biasanya memanfaatkan citra macho musik metal untuk menggelapkan mata cewek – cewek. Yang perempuan biasanya adalah groupies yang mau numpang keren.”( Hal. 65 ).
Bagian ke-5 berjudul Revolt : Burger Kill Homeless Crew menceritakan panggung pertama Burger Kill di halaman kantor kelurahan Kaum Kidul, Ujung Berung, Agustus 1995. Kemudian juga panggung ke-2 dan beberapa acara berikutnya di Jakarta. Burger Kill pada masa itu masih sering membawakan lagu-lagu dari band-band luar seperti : Minor Threat, Shelter, Gorilla Biscuits, Youth Of Today, Sick Of It All, The Exploited, Black Flag,7 Second, Circle Jerks dan DFL. Serta cerita mengenai lagu pertama Burger Kill yang di ciptakan Ivan dan Kimung di siang-siang terpanas musim kemarau 1995 yang berjudul, Revolt. Kemudian masih ada 9 bagian lagi yang saya tidak ceritakan disini. Masing-masing bagian berjudul : Tattoed everything, Jatinangor Blues : 2 Sisi, Purnawarman Fever, Berkarat, Beyond Coma And Despair, The End, Who said there will be quiet after the storms?!. Serta bagian penutup yang di tulis oleh Gustaff H. Iskandar, yang berjudul After Word – Keluar Dari Kerumunan : Tribute Untuk Ivan Scumbag dan bagian terakhir, Mereka Yang Bercerita Di Buku Ini. Yang berisikan sumber-sumber yang menyumbangkan kisah tentang Ivan kepada penulis, baik dari pihak keluarga, sahabat hingga sumber-sumber tertulis yang ada di bindar dan buku-buku harian Ivan era 1995 sampai 2006 dan artikel-artikel di media massa.
Di bagian akhir buku ini yang berjudul After World – Keluar Dari Kerumunan. Saya menemukan kalimat menarik yang di tulis oleh Gustaff H. Iskandar mengenai sosok Ivan dan sikap pantang menyerahnya serta totalitasnya dalam bermusik. “Pengabdiannya pada perkembangan musik cadas adalah komitmen seumur hidup. Dia mengerahkan semua daya upaya untuk tetap mempertahankan konsistensi dan komitmennya pada musik dan tidak kepada yang lainnya. Sungguh sebuah sikap yang langka di tengah-tengah gemuruh dominasi industri musik mainstream yang kini tengah mandeg karena terlalu kompromis terhadap kepentingan pemilik modal yang berfikir dangkal. Dengan semangatnya, Ivan mengerahkan segala daya upaya agar musiknya bisa terus hidup bersama-sama dengan Burger Kill dan teman-temannya di Ujung Berung.” (Hal. 366).
Terlepas dari segala kekurangannya, Buku ini merupakan buku “Biografi” pertama mengenai seseorang yang menjalani sebagian besar hidupnya dalam komunitas musik bawahtanah yang pernah di tulis di Indonesia.
Akhir kata, Welcome To The Underground!
All Hail Scumbag!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar