Judul Buku : My Self : Scumbag. Beyond Life And Death
Penulis : Kimung
Penerbit : Minor Books
Cetakan : Cetakan Pertama, Oktober 2007
Tebal : 368 Halaman
Mengukir langit – langit
Mencari jejak sepi
Mengasah nurani
Melukis diri
Karma hidup akan terus bernyanyi
Dan keabadian jiwa akan tetap bersemi
Ivan Firmansyah alias Scumbag – Juni 1997
Dari sobekan buku catatan Ivan di berkas Kimung
Desember 2006
Puisi di atas adalah kalimat pembuka dari buku berjudul My Self :
Scumbag – Beyond Life And Death karya Kimung, seorang penulis muda asal
Bandung. Buku ini menceritakan kisah hidup dari Ivan Firmansyah atau
yang lebih dikenal dengan nama panggilan, Scumbag. Ivan, Scumbag
Hardcore ugal – ugalan adalah pionir generasi pendobrak Ujung Berung
Rebels dan juga seorang vokalis dari band Hardcore/Metal kugiran asal
kota kembang, Burger Kill. Kimung sang penulis yang juga merupakan teman
masa kecil, saudara sebotol dan partner in crimenya Ivan di awal era
Burger Kill berdiri, menulis dengan detail kisah kehidupan Ivan dalam
buku ini. Alur cerita yang mengalir bagai novel fiksi. Mengupas lengkap
kisah hidup Ivan yang penuh semangat dan harga diri, sekaligus juga
kekecewaan dan dendam. Dan juga impian – impiannya yang selangit serta
totalitas bermusik yang mengantarnya menjadi besar bahkan lebih besar
dari hidupnya sendiri. Beserta segala ironi yang mengintip dengan kejam
di balik kebesaran itu, mencuri jiwanya diam – diam.
Buku ini terdiri dari 14 bagian, termasuk 2 bagian pembuka yang ditulis
oleh sang penulis sendiri dan sang penyunting buku, Yusandi. Masalah
penyuntingan naskah buku selalu menarik bagi saya pribadi. Karena selalu
berhubungan dengan masalah peristilahan serta bahasa slengean jalanan
dan juga bahasa gaul lainnya yang terkadang tidak terdapat dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Seperti yang di ungkapkan oleh sang penyunting
di bagian 2 buku ini. “ Ada beberapa masalah yang perlu disampaikan
disini, yakni masalah peristilahan, terutama penulisan jargon dan genre (
orang Indonesia menyebutnya “ aliran“ ) musik. Sebutlah grind core,
hard core, punk rock, riff, scene, lead. Saya dan penulis sempat
kebingungan, mana kata yang harus dimiringkan, mana yang tidak; mana
frasa yang harus di satukan, mana yang tidak. Kita – orang Indonesia –
sayangnya belum memiliki padanan kata untuk kata – kata tersebut. Untuk
istilah Underground kami memutuskan menerjemahkannya menjadi
“Bawahtanah”, bukan “Bawah Tanah”. Ya, kami menyatukannya menjadi sebuah
kata mandiri, semandiri para pelakunya dalam bergerilya memperjuangkan
idealisme mereka dalam bermusik. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
2005, misalnya, belum juga mencantumkan kata padanan atau serapan untuk
istilah – istilah tersebut. Ini memperlihatkan secara jelas bahwa
pemerintah dan ahli – ahli bahasa tak penuh perhatian terhadap
perkembangan budaya anak muda secara global!” ( hal.14 ).
Bagian selanjutnya yang berjudul The Legacy Lives On And On dibuka
dengan kisah launching album partynya Burger Kill, Beyond Coma And
Despair di Dago Tea House, 20 agustus 2006. Setelah menggeber habis 8
lagu oleh Burger Kill dan ribuan penonton yang menyemut di arena.
Suasana mendadak diam dan gelap. Dalam suasana diam yang membius
tampillah Addy gembel dari Forgotten menenteng kertas. Sahabat Ivan
Scumbag ini kemudian membawakan puisi yang dibuka dengan sepenggal
kalimat “aku melihat kematian begitu indah”. Setelah pembacaan puisi
suasana yang diam dan gelap mendadak benderang diiringi dentuman drum
menderu – deru layaknya ribuan mesin tempur menggempur. Lagu sakit jiwa
akhirnya dimainkan malam itu. Tetapi lagu ini dibiarkan kosong tanpa
raungan vocal. Sebuah lagu penghormatan terakhir untuk sang vokalis,
SCUMBAG!.
Rebel To Nothing(Ness) adalah bagian berikutnya, di bagian ini banyak
menceritakan kisah kehidupan Ivan dari Ia lahir hingga masa – masa
sekolah sampai tingkat SMA. Dan juga fase dimana Ivan Scumbag berpadu
dengan kawan – kawannya dalam sebuah kelompok. Ia dan kawan – kawan
SMPnya membentuk komplotan pecinta Grind core. Namanya CGFB, singkatan
dari Corpse Grinder Foundation Bandung. Kemudian juga ada kisah
pertemuannya dengan Eben, punker asal Jakarta. Yang nantinya membentuk
Burger Kill bersama Kimung dan Ivan. Dari Eben inilah Ivan dan juga
Kimung mengenal musik punk rock dan hard core old school. Di bagian ini
juga di ceritakan mengenai poseur yang mulai merepotkan komunitas Ujung
Berung. “Agustus 1995, komunitas musik metal bawahtanah Ujung Berung
mulai direpotkan sama Grinder-Poser. Dalam bahasa kurang ajarnya, para
poser itu dijuluki “Borok”. Padahal yang menentukan siapa yang
sebenarnya borok bagaikan maling teriak maling. Tak jelas juga definisi
dan batasan “Borok” itu seperti apa. Tapi memang para “Borok” itu
sangatlah mengganggu. Tipikal mereka sama, para Trendism yang
memanfaatkan trend metal dan bawahtanah untuk tampil demi diri sendiri.
Mereka biasanya belagu. Yang laki – laki biasanya memanfaatkan citra
macho musik metal untuk menggelapkan mata cewek – cewek. Yang perempuan
biasanya adalah groupies yang mau numpang keren.”( Hal. 65 ).
Bagian ke-5 berjudul Revolt : Burger Kill Homeless Crew menceritakan
panggung pertama Burger Kill di halaman kantor kelurahan Kaum Kidul,
Ujung Berung, Agustus 1995. Kemudian juga panggung ke-2 dan beberapa
acara berikutnya di Jakarta. Burger Kill pada masa itu masih sering
membawakan lagu-lagu dari band-band luar seperti : Minor Threat,
Shelter, Gorilla Biscuits, Youth Of Today, Sick Of It All, The
Exploited, Black Flag,7 Second, Circle Jerks dan DFL. Serta cerita
mengenai lagu pertama Burger Kill yang di ciptakan Ivan dan Kimung di
siang-siang terpanas musim kemarau 1995 yang berjudul, Revolt. Kemudian
masih ada 9 bagian lagi yang saya tidak ceritakan disini. Masing-masing
bagian berjudul : Tattoed everything, Jatinangor Blues : 2 Sisi,
Purnawarman Fever, Berkarat, Beyond Coma And Despair, The End, Who said
there will be quiet after the storms?!. Serta bagian penutup yang di
tulis oleh Gustaff H. Iskandar, yang berjudul After Word – Keluar Dari
Kerumunan : Tribute Untuk Ivan Scumbag dan bagian terakhir, Mereka Yang
Bercerita Di Buku Ini. Yang berisikan sumber-sumber yang menyumbangkan
kisah tentang Ivan kepada penulis, baik dari pihak keluarga, sahabat
hingga sumber-sumber tertulis yang ada di bindar dan buku-buku harian
Ivan era 1995 sampai 2006 dan artikel-artikel di media massa.
Di bagian akhir buku ini yang berjudul After World – Keluar Dari
Kerumunan. Saya menemukan kalimat menarik yang di tulis oleh Gustaff H.
Iskandar mengenai sosok Ivan dan sikap pantang menyerahnya serta
totalitasnya dalam bermusik. “Pengabdiannya pada perkembangan musik
cadas adalah komitmen seumur hidup. Dia mengerahkan semua daya upaya
untuk tetap mempertahankan konsistensi dan komitmennya pada musik dan
tidak kepada yang lainnya. Sungguh sebuah sikap yang langka di
tengah-tengah gemuruh dominasi industri musik mainstream yang kini
tengah mandeg karena terlalu kompromis terhadap kepentingan pemilik
modal yang berfikir dangkal. Dengan semangatnya, Ivan mengerahkan segala
daya upaya agar musiknya bisa terus hidup bersama-sama dengan Burger
Kill dan teman-temannya di Ujung Berung.” (Hal. 366).
Terlepas dari segala kekurangannya, Buku ini merupakan buku “Biografi”
pertama mengenai seseorang yang menjalani sebagian besar hidupnya dalam
komunitas musik bawahtanah yang pernah di tulis di Indonesia.
Akhir kata, Welcome To The Underground!
All Hail Scumbag!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar