Pagi ini kota Bekasi dan Jakarta kembali dilanda hujan deras mulai menjelang Subuh sampai pagi. Perasaan malas mulai makin mengelayuti. Rasanya ingin tetap tertidur pulas di pembaringan dan tetap kembali memeluk guling yang sangat menghangatkan.
Tapi suara azan Subuh sentak memaksaku untuk segera bangkit dan menghalau semua perasaan malas tadi. Meski masih setengah malas kuturunkan kaki menyecah lantai dan segera mandi, lalu sholat Subuh dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
Sambil menikmati sarapan pagi, kepalaku mulai dihantuin bayangan suasana macet yang semakin parah yang paling sering melanda jalanan menuju ke kantor, apalagi dalam kondisi sehabis hujan seperti ini. Biasanya jalanan ikut banjir menjadi makanan rutin untuk kota Jakarta & Bekasi.
Sehingga pagi ini aku dan suami memutuskan berangkat ke kantor dengan naik motor saja. Karena semalam perjalanan pulang yang kami tempuh sangat macet. Untuk menempuh perjalanan pulang ke rumah yang berjarak tak lebih dari 15 km, harus ditempuh tak kurang dari 2 jam. Jawabannya macet…macet…macet lagi. Bete banget, hahaha !!!
Jadi, hari ini perjalanan ke kantor dengan naik motor & lengkap dengan acessoriesnya seperti helm, jaket tebal penutup mulut. Pokoknya komplit dech. Separuh perjalanan saya harus turun dari motor suami, sebab arah kekantor saya dan suami berbeda. Saya harus melanjutkan perjalanan ke kantor dengan angkutan umum, karena hari masih pagi dan pastinya lebih irit, hehehe.
Karena suasana masih pagi saya segera dapat angkot. Kebetulan kondisi penumpang dalam angkot tidak sesak. Sambil menikmati perjalanan saya menyempatkan mengupdate facebook saya. Yach lumayan untuk membunuh rasa bosan diperjalanan.
Tak lama berselang saya tiba di terminal Pulo Gadung. Saya segera berpindah ke angkutan umum lainnya. Kali ini saya harus naik Angkutan kota “PPD”.
Disinilah cerita ini dimulai. Karena kondisi penumpang masih sepi, saya dapat memilih tempat duduk dengan leluasa. Saya sengaja mengambil tempat agak mojok dan di dekat pintu. Tujuannya agar mudah ketika turun.
Sambil menunggu calon penumpang yang lain, mata saya tertuju pada dua orang anak beranjak remaja. Usia mereka sekitar 13 tahun dan 15 tahun. Mereka dapat saya kenali jelas dari celana, tas punggung dan sepatu yang mereka kenakan.
Saya mulai perhatikan gerak-gerik mereka. Ternyata sambil menunggu bis yang datang hilir mudik, mereka menyambil menjajakan sesuatu kepada hampir semua orang yang lewat. Anak yang paling besar menjajakan tisu, permen hexos, tolak angin, dan beberapa macam pulpen, yang diletakkan dalam plastik agak besar tembus pandang. Sedangkan anak yang agak kecil hanya membantu melayani uang dari pembeli dan sisa kembaliannya.
Dalam sekejap konstrasi saya jadi tertuju kepada aktivitas mereka. Ada rasa kagum atas semangat mereka dalam mengais sedikit rejeki dari orang-orang yang lalu lalang. Apaladi disuasana musim penghujan seperti ini. Mereka harus lebih ekstra menjaga barang-barang dagangan mereka dengan plastik ekstra.
Dan yang membuat saya jadi tambah kagum sepertinya mereka tak terlalu memperdulikan rintik hujan gerimis kecil yang tetap turun membasahi wajah mereka.
Saya sangat yakin keuntungan yang mereka peroleh tidaklah besar. Tapi mungkin sangat berarti bagi mereka. Ah, mereka hebat, kecil-kecil sudah gigih melawan keterbatasan financial mereka. Semoga saja mereka akan selalu gigih dan tetap dijalan yang benar, gumamku dalam hati.
“Bu, tisu bu, pulpen buat anaknya bu !”, tiba-tiba suara itu membuyarkan pikiranku yang sempat melalang buana.
“O, yach… berapa harganya ?”, lanjutku karena tiba-tiba saja saya menyadari bahwa mereka berdua (anak yang tadi sempat kuperhatikan) sudah berada dalam bis yang saya tumpangi dan persis tepat didepanku dan sedang menjajakan dagangan mereka.
“Tisunya seribuan, kalau pulpennya satu kotak isinya 12 bh Rp. 5000,-“, jawab mereka sigap.
Hem, satu kotak isi 12 pulpen hanya Rp. 5.000 saja. Murah sekali pikirku dalam hati. Apa mereka dapat untung dari dagangan mereka ini. Saya serasa tak percaya dengan harga yang mereka tawarkan ini.
“Pulpennya nyala semuakan”, tanyaku meyakinkan kalau aku tidak dibohongi.
“Coba ditest saja bu satu-satu disini”, ujar anak remaja yang agak kecil mencoba jadi penjual yang baik sambil menyodorkan secarik karton bekas untuk tempat tester.
Saya segera mencoba pulpen-pulpen tersebut. Ternyata hasilnya ok semua. Lumayan buat oleh-oleh si kecil di rumah, pikirku dalam hati.
“Baiklah saya beli dua kotak dan tisu 2 buah”, ujarku kepada mereka sambil menyodorkan selembar uang Rp. 20.000,-.
“Sisa kembaliannya buat kalian saja, kalian masih sekolah kan ?”, tanyaku pada mereka berdua.
Terus terang saya sempat kagum atas usaha mereka ini. Usia mereka masih belia, tapi mereka sangat sadar akan keterbatasan financial mereka. Mereka tetap mau berusaha. Saya patut memberikan sedikit imbalan untuk usaha mereka ini. Meski nilainya tidak seberapa.
“Masih bu, hanya kami berdua masuknya siang jadi kalau pagi kami berdua jualan dulu”, jelas mereka kepadaku.
“Terima kasih banyak yach bu, lumayan uangnya bisa untuk nambahi tabungan, juga buat bayar uang sekolah adik saya bu !”, lanjut mereka lagi sambil tersenyum lebar kepadaku.
Tak terasa penumpang bis hampir penuh. Mereka berpamitan untuk segera melanjutkan aktivitas jualan mereka ke bis yang lain.
“Hati-hati bu !”, ujar mereka kepadaku.
“Yach, kalian juga harus tetap sekolah yach !”, lanjutku sambil tersenyum yang dibalas lambaian tangan oleh keduanya.
Hem, terus terang mungkin ini hanya secuil cerita pagi yang biasa buat segelintir orang.
Bahkan mungkin ada juga yang beranggapan kalau hal seperti ini nggak penting sama sekali. Tapi bagi saya kejadian biasa seperti ini justru sangat mempunyai nilai. Betapapun kecilnya saya bisa menarik benang merahnya.
NOT EVERYBODY HAVE CHOICE !!!
Ya, Tidak semua orang mempunyai pilihan. Pilihan untuk bertahan hidup, pilihan untuk sekolah, pilihan untuk menikmati masa kecil, pilihan untuk menikmati masa remaja, bahkan pilihan untuk masa depan.
Tapi sebaik-baiknya adalah orang yang selalu menjalani kehidupan dengan penuh suka cita, penuh semangat, tak mudah putus asa. Karena selama kita mau berusaha, kemudahan itu pasti akan datang. Pasti…
Jadi ingat lagunya D’Masiv – Jangan Menyerah, yang syairnya begini:
Tak ada manusia, Yang terlahir sempurna, Jangan kau sesali, Segala yang telah terjadi
Kita pasti pernah, Dapatkan cobaan yang berat, Seakan hidup ini, Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada, Hidup adalah anugerah, Tetap jalani hidup ini, Melakukan yang terbaik
Tak ada manusia, Yang terlahir sempurna, Jangan kau sesali, Segala yang telah terjadi
Tuhan pasti kan menunjukkan, Kebesaran dan kuasanya, Bagi hambanya yang sabar, Dan tak kenal Putus asa
Ok, sekian dulu ceritanya, semoga cerita pagi saya ini bisa memberi manfa’at dan inspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar